Kamis, 31 Desember 2009

obat endokrin dan obat kemoterapi 2

Bagian kemoterapi obat
2.1
43. Antibiotik Beta-Lactam dan Penghambat
Sintesis Dinding Sel Lain
Konsep
Peniciline dan cephalosporins (Gambar 43-1) adalah antibiotik utama yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Kedua unsur ini disebut beta-lactam karena cincin empat-anggota luar biasa yang biasanya terdapat untuk semua anggotanya. Kedua kelas beta-lactam ini meliputi beberapa agen paling efektif, yang banyak dipergunakan, dan dapat diterima untuk pengobatan infeksi mikroba. Vancomycin, fosfomycin, dan bacitracin juga menghambat sintesis dinding sel tetapi berbagai alasan tidak sama pentingnya seperti obat-obat beta-lactam. Toksitas selektif obat-obat yang dibahas dalam bab ini terutama berhubungan dengan aksi khususnya pada sintesis strktur sel yang unik bagi mikroorganisme. Lebih dari 60 antibiotik yang beraksi sebagai penghambat sintesis dinding sel sekarang sudah banyak tersedia, dengan spektra aktivitas khusus yang memudahkannya dipakai untuk berbagai aplikasi klinis.
Munculnya resistansi mikroba menghadapi tantangan kontak untuk penggunaan obat-obat antimikroba. Mekanisme yang mendasari resistansi mikroba untuk penghambat sintesis dinding sel meliputi produksi enzim pengaktivasi-antibiotik, perubahan-perubahan pada struktur reseptor target, dan penurunan permeabilitas selaput sel mikroba untuk antibiotik. Strategi yang dirancang untuk menghambat resistansi mikroba meliputi penggunaan agen adjunctive yang dapat melindungi inaktivasi antibiotik, penggunaan kombinasi antibiotik, pengenalan derivatif kimia baru dari antibiotik lama, dan usaha-usaha untuk menghindarkan penggunaan yang tidak syah atau penyalahgunaan antibiotik.

Penicilin
A. Klasifikasi : Semua penicilin adalah turunan dari asam 6-aminopenicillin dan mengandung struktur cincin beta-lactam yang esensil untuk aktivitas antibakteri. Subkelas penicilin memiliki unsur-unsur kimia tambahan yang menunjukkan perbedaan dalam aktivitas antimikroba, kerentanan terhadap asam dan hydrolysis enzim, dan biosdisposisi.
B. Farmakokinetik: Penicilin bervariasi dalam hal resistansinya kepada asam lambung dan sebab itu bervariasi dalam bioavailabilitas oralnya. Mereka adalah senyawa polar dan tidak dimetabolisasi secara ekstensif. Mereka biasanya diekskreasi tidak berubah dalam urin via filtrasi glomer dan sekresi tubular, yang mana proses selanjutnya dihambat oleh probenecid. Ampicillin dan nafcillin sebagian diekskresi pada empedu. Paruh-umur plasma penicilin bervariasi dari setengah jam sampai 1 jam. Procain dan bentuk benthamine penicilin G diberikan secara intramuskular dan memiliki paruh-umur yang panjang karena obat aktif dilepaskan dengan sangat lambat kedalam aliran darah. Sebagian besar penicilin melintas rintangan blood-brain hanya bilamana meninges mengalami peradangan.
C. Mekanisme Aksi dan Resistansi. Antibiotik beta-lactam adalah obat-obat baktericida. Antibiotik ini beraksi menghambat sintesis dinding sel dengan tahap-tahapan berikut (Gambar 43-2): (1) pengikatan obat ke reseptor khusus (protein pengikat-penicilin, PBP) yang terletak dalam membran cytoplasmik; (2)penghambatan enzim transpetidase yang beraksi untuk mengcross-link rantai linier peptidoglycan yang membentuk bagian dinding sel; dan (3) aktivasi enzim autoklatik yang menyebabkan lesi pada dinding sel bakteri.
Hydrolis enzimatik cincin beta-lactam menyebabkan hilangnya aktivitas antibakteri. Formasi beta-lactamase (penicillinase) oleh sebagian staphylococci dan organisme-organisme gram-negative selanjutnya merupakan mekanisme utama resistansi bakteri. Penghambat enzim bakteri ini (misalnya, asam clavulanic, sulbactam, tazobactam) kadang kala dipergunakan bersama dengan peniciline untuk mencegah inaktivasinya. Perubahan struktur pada PBP target adalah mekanisme lain resistansi dan penyebab resistansi methicilin dalam staphylococci dan untuk resistansi kepada penicilin G pada pneumococci. Pada sebagian gram-negative rod (misalnya, Pseudomona aeruginosa) mengubah struktur porin pada membran luar bisa berpengaruh kepada resistansi dalam penghambatan akses penicilin ke PBP.
D. Kegunaan Klinis
1. Spektrum sempit, agen penicillinase-susceptible: Peniciline G adalah prototip subkelas penicilin yang memiliki spektrum aktivitas antibakteri terbatas dan rentan kepada beta-lactamases. Kegunaan klinis meliputi terapi infeksi yang disebabkan oleh streptococci biasa, meningococci, gram-positive bacilli, dan spirochetes. Banyak regangan pneumococci adalah resistan kepada peniciline. Sebagian besar regangan Staphylococcus aureus dan sejumlah regangan penting lain dari N gonorrhoene adalah resistan via produksi beta-lactamases. Meskipun tidak cocok lagi untuk pengobatan gonorrhea, penicilin G tetap merupakan obat pilihan untuk sipilis. Aktivitas terhadap entercocci ditingkatkan oleh antibiotik aminoglycoside. Penicilin V adalah obat oral yang dipakai terutama untuk infeksi oropharyngeal.
2. Spektrum sangat sempit, obat penicillinase-resistant. Sub-kelas peniciline ini meliputi methicillin (prototip), nafcillin, dan oxacillin. Kegunaan pokoknya adalah pada pengobatan infeksi staphyloccocus yang dikenal atau dicurigai. Methicillin-resistant staphylococci (MRSA) adalah resistan terhadap anggota lain subkelompok ini dan bisa resistan terhadap obat antimikroba multipel.
3. Spektrum lebih luas, obat-obat penicllinase-susceptible:
a. Ampicillin dan amoxicillin. Obat-obat ini terdiri dari sub-gugus peniciline yang memiliki spektrum aktivitas antibakteri yang lebih luas ketimbang penicilin G tetap tetap rentan kepada penicillinase. Kegunaan klinisnya meliputi indikasi yang serupa dengan penicilin G dan juga infeksi karena enterococci, Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Proterius mirabilis, Hamemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis, walaupun regangan resistan terjadi. Bilamana dipakai bersama dengan penghambat penicillinase (asam clavulanic, dsb), aktivitas antibakterinya naik. Pada infeksi enterococcal dan listerial, ampicilline adalah synergistik dengan aminoglycosides.
b. Piperacillin dan ticarcillin. Obat-obat ini memiliki aktivitas terhadap gram-negative rods, termasuk spesis pseudomonas, enterobacter, dan pada kasus tertentu spesis klebsiella. Sebagian besar obat dalam sub-gugus ini memiliki aksi synergistik bilamana digunakan dengan aminoglycosides terhadap organisme tersebut. Piperacillin dan ticarcillin rentan terhadap penicillinases dan sering dipakai bersama dengan penghambat penicillinase untuk menaikkan aktivitasnya.
E. Toksitas
1. Alergi : Reaksi alergi meliputi urticaria, prutitus berat, demam, bengkak persendian, anemia hemolytic, neprhtitis, dan anaphylaxys. Sekitar 5-10% orang dengan riwayat masa lalu reaksi penicilin mempunyai reaksi alergi bilamana diberikan penicilin kembali. Methicillin menyebabkan nephritis lebih sering daripada yang disebabkan peniciline lain, dan nafcillin dihubungkan dengan neuotropenia. Determinan-determinan antigen meliputi produk degradasi peniciline seperti asam penicollic. Cross-allergenicity lengkap antara peniciline yang berbeda bisa dianggap ada. Ampicilline sering menyebabkan ruam kulit maculopapuler yang bisa saja bukan sebagai reaksi alergi.
2. Gangguan gastrointestinal : Nausea dan diare bisa terjadi dengan peniciline oral, khususnya dengan ampicillin. Rangsangan gastrointestinal bisa disebabkan oleh iritasi langsung atau oleh pertumbuhan organisme gram-positive atau yeast yang berlebihan. Ampicilline sudah terimplikasi pada colitis pseudomenbrane.
3. Toksitas kation: Efek racun dari Na+ atau K+ bisa terjadi dengan dosis tinggi garam penicilline dipakai pada pasien penderitas penyakit kardiovaskuler atau penyakit ginjal.

Cephalosporins
A. Klasifikasi : Cephalosporins adalah turunan dari asam 7-aminocephalosporanic dan mengandung struktur cincin beta-lactam. Banyak anggota gugus ini dipakai dalam keperluan klinis. Mereka berbeda dalam akltivitas antibakterinya dan diperuntukan sebagai obat generasi pertama, kedua, ketiga, atau keempat menurut urutan pengenalannya dalam kegunaan klinis.
B. Farmakokinetik: Beberapa cephalosporins tersedia untuk keperluan oral, tetapi sebagian besar diberikan secara parenteral. Cephalosporins dengan rantai-samping bisa mengalami metabolisme hepatik, tetapi mekanisme eliminasi utamanya untuk obatdalam kelas ini adalah ekskresi ginjal via sekresi tubular aktif. Cefoperazone dan cetriaxone terutama diekskresi dalam empedu. Sebagian besar cephalosporins generasi pertama dan generasi kedua tidak masuk cairan cerebrospinal bilamana meninges mengalami peradangan.
C. Mekanisme Aksi dan Resistansi. Cephalosporins mengikat PBP pada selaput sel bakteri guna menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme yang sama dengan yang terjadi pada penicillin. Cephalosporins adalah baktericida terhadap organisme rentan.
Perbedaan struktur dari penicilline mengakibatkan cephalosporins kurang rentan kepada penicillinase yang disebabkan oleh staphyloccoci, tetapi banyak bakteria resistan terhadap produksi beta-lactamase lain yang dapat mengaktivasi cephalosporins. Resistansi juga dapat terjadi akibat dari penurunan permeabilitas selaput kepada cephalosporins dan dari perubahan-perubahan PBP. Methicillin-resistant staphylococci juga resisten kepada sebagian besar cephalosporins.
D. Kegunaan Klinis :
1. Obat generasi-pertama: Cefazolin (parenteral) dan cephalexin (oral) merupakan contoh sub-gugus ini. Obat-obat ini aktip terhadap gram-positive cocci, termasuk staphylococci dan streptococci biasa. Banyak regangan E coli dan K pneumoniare juga sensitif atau peka. Kegunaan klinis meliputi pengobatan infeksi yang disebabkan oleh organisme-organisme ini dan prophylaxis bedah dalam kondisi pilihan lain. Obat-obat ini memiliki aktivitas mnim al terhadap gram-negative cocci, enterococci, methicillin-resistant staphylococci, dan sebagian besar gram-negative rod.
2. Obat generasi kedua: Obat dalam sub-gugus ini biasanya kurang aktivitasnya terhadap organisme gram-positif ketimbang obat generasi pertama tetapi memiliki cakupan gram-negatip lanjut. Perbedaan yang menyolok pada aktivitas terjadi dinatara obat-obat dalam sub-gugus ini. Contoh-contoh kegunaan klinisnya meliputi infeksi yang disebabkan oleh bakteroides fragilis (cefotetan, cefoxitin), dan H. Influenzae atau Moraxella catarrahlis (cefurroxime, cefaclor).
3. Obat generasi ketiga : Ciri khusus obat generasi ketiga meliputi peningkatan aktivitas terhadap organisme gram negatip yang resistan terhadap obat beta lactam lain dan kemampuan untuk menembus rintangan blood-brain (kecuali ceforperazone dan cefixime). Sebagian besar aktif terhadap H. Influenza dan neisseria. Serratia marcescens, dan regangan penghasil beta-lactamase H. Influenza dan neisseria. Obat-obat individual juga memiliki aktivitas terhadap pseudomonas (ceftazidime) dan B. fragulis (ceftizoxime). Obat-obat dalam sub-gugus ini biasanya dipersiapkan untuk pengobatan infeksi serius, misalnya, mengingitis bakteri. Centriaxone dan cefixime, obat pilihan untuk gonorrhea saat ini, adalah pengecualian. Demikian juga, pada media otitis akut, satu suntikan ceftriaxone sama efektifnya dengan 10 hari pengobatan berturut-turut dengan amoxicillin atau cefaclor.
4. Obat generasi keempat : Cepipime lebih rentan kepada beta-lactamase yang disebabkan oleh organisme gram-negatif, termasuk enterobacter, haemophilus, dan neisseria. Cefipime menggabungkan aktivitas gram-positif agen generasi pertama dengan spektrum gram negatip cephalosporins generasi ketiga yang lebih luas.
E. Toksitas
1. Alergi : Cephalosporins menyebabkan sejumlah reaksi alergi dari rash (ruam) kulit ke kejutan anaphylactis. Reaksi-reaksi lebih jarang terjadi dengan cephalosporins ketimbang dengan penicillins. Hypersensitivitas-silang komplet antara cephalosporins yang berbeda harus dianggap ada. Reaktivitas silang antara penicillin dan cephalosporins adalah tidak lengkap (5-10%), maka pasien penderita alergi-penicillin kadang kala diobat dengan baik dengan cephalosporins. Namun, pasien dengan riwayat anaphylaxis penicillins harus tidak diobati dengan cehalosporins.
2. Efek buruk lain: Cephalosporins bisa menimbulkan keluhan pada lokasi injeksi intramuskular dan phlebitis setelah penatalaksanaan intravene. Mereka bisa meningkatkan nephrosisitis aminoglycosides bilamana keduanya diberikkan bersama-sama. Obat yang mengandung gugus methylthotetrazole menyebabkan hypoprothrombinemia dan bisa menimbulkan reaksi mirip-disulfiram dengan ethanol. Moxalactam juga menurunkan fungsi platelet dan bisa menimbulkan pendarahan yang tajam.

Obat Beta-Lactam Lain
A. Aztreonam : Astreonam adalah monobactam yang resistant terhadap beta-lactamase yang disebabkan oleh gram-negatove rod tertentu, termasuk klebsiella, pseudomonas, dan serratia. Obat ini tidak punya aktivitas terhadap bakteri gram negatip atau anaerobes. Obat ini adalah penghambat sintesis dinding sel, terutama mengikat PBP3, dan sinergik dengan aminoglycoside.
Aztreonam diberikan secara intraven dan dieliminasi via srekresi tubular. Paruh-hidupnya diperpanjang dalam kegagalan ginjal. Efek buruk meliputi rangsangan gastrointestinal dengan kemungkinan superinfeksi, vertigo dan sakit kepala, dan hepatotoksitas jarang. Walaupun ruam kulit bisa terjadi. Tidak ada allgernitas silang dengan penicilline.
B. Imipenem dan meropenem : Obat-obat ini adalah carbapenem dengan kerentanan rendah kepada beta-lactamase. Obat ini memiliki aktivitas luas terhadap gram positive cocci, gram negative rod, dan anaerobes. Imipenem diberikan secara parental dan khususnya berguna untuk infeksi oleh organisme yang resistan terhadap antibiotik lain.
Imipenem dengan cepat inaktivasi oleh dehydropeptidase ginjal I dan diberikan dengan kombinasi tetap bersama cilastatin, penghambat enzim ini. Cilastatin meningkatkan paruh-umur plasma imipenem dan menghambat formasi metabolite nephrototix secara potensial.
Efek buruk imipenem-cilastatin meliputi distres gastrointestinal, ruam kulit, dan level plasma sangat tinggi, toksitas CNS. Ada allergenisitas-silang parsial dengan peniciline. Meropenem mirip dengan imipenem kecuali tidak termetabolisasi oleh dehydropeptidases ginjal.
C. Penghambat beta-lactamase : asam claulanic, sulbactam, dan tazobactam dipakai dengan kombinasi tetap dengan penicillin hydrolyzable tertentu. Mereka aktip sekali terhadap beta-lactamase plasmi-encoded tertentu seperti yang disebabkan oleh gonococci, strepcocci, E. coli, dan H. influenza. Mereke bukan merupakan penghambat yang baik untuk beta-lactamases kromose yang terbentuk oleh enterobacter dan pseudomonas.


B. Gnrh analognya dengan reduksi dari gonadotropin terutama LH untuk mengurangi produksi dari testosteron . ini dapat efektif dan pandai dengan durasi yang lama dan mempunyai depot persiapan pada leuprolode atau GnRH yang antagonis similar. Analoginya digunakan pada prostat karsinoma . Selama satu minggu terapi , sebuah androgen reseptor antagonis misalnya flutamide adalah ditambahkan untuk mencegah pembedahan testosteron sintesisnya disebabkan dengan inisial aginistik aksi dari GnRH agonist dalam beberapa minggu, Testosteron produksinya jatuh pada normal dan dibawah normal.

C. 5 alpha reductase inhibitor-inhibitornya adalah testosteron dikonversikan pada dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim alpha reduktase, pada beberapa jaringan, kebanyakan sel prostat tercatat dan folikel rambut tercatat, bergantung pada DHT lebih dari testosteron untuk stimulasi androgenik . Ezim ini diinhibisikan dengan finasteride sebuah obat yang digunakan untuk mengobati prostat jinakhiperplasiadan pada dosis rendah untuk mencegah kebotakan pada pria, karena obat tidak ikut campur pada aksi dari testosteron , ini digunakan lebih dari antiandrogen untuk menyebabkan impotensi, infertilitas dan kehilangan libido.

D. Dikombinasikan untuk kontrasepsi: kombinasi oral kontrasepsi menggunakan sebuah antiandrogenik efek ketika mereka digunakan pada wanita dengan hirsitism yang dikarenkan penambahan produksi pada androgenik steroid. Estrogen pada aksi kontrasepis pada hati ditambahkan dengan produksi pada hormon sexual digabungkan dengan globulin (SHBG) yang mana untuk mengurangi konsentrasi androgen pada darah.

E. inhibitor dari steroid sintesis: ketoconazole sebuah antijamur agen gonadal adrenal steroid sintesis. Obat telah digunakan untuk mensupress adrenal steroid sintesis pada pasien dengan steroid responsive metastatik tumor tumor.






2.2
44. CHLORAMPENICOL, TETRACYCLINES, MACROLIDES, CLINDAMYCIN, STREPTOGRAMINS DAN LINEZOLID.

Semua obat yang dibahas dalam bab ini memiliki sifat yang sama dalam menghambat sintesis protein pada mikroorganisme dengan jalan mengikatkan diri pada ribosom mereka dan mengacaukan fungsi ribosom tersebut , chloramphenicol merupakan senyawa yang netral dan stabil dengan struktur , agen ini larut alkohol namun sulit larut dalam air Chloramphenicol succinate digunakan untuk pemberian non parenteral sangat larut dalam air, chloramphenicol succinate mengalami hidrolisis secara in vivo melepaskan chloramphenicol bebas. Tetracycline merupakan suatu kelompok besar obat dengan struktur dasar dan aktivitas yang serupa. Chlortetracycline yang dipisahkan dari streptomyces rimosus ditemukan melalui dehalogenasi katalitik dari chlortetracycline, demeclocycline ditemukan melalui demetilasi chlortetracycline. Tetracycline bebas merupakan senyawa amfoter dalam bentuk kristal dengan daya larut rendah. Agen-agen ini tersedia dalam bentuk hydrocloride yang lebih mudah larut. Larutan-larutan semacam ini bersifat asam dan cukup stabil , kecuali clhlortetracycline. Tetracyvline menkhleasi ionion logam divalen dan dapat mengganggu absorbsi dan aktivitas agen-agen tersebut. Glycylcycline merupakan glycylamiodo sintetis turunan dari minocycline . modifikasi ini menghasilkan senyawa yang tidak terpengaruh oleh dua mekanisme terpenting dari resistensi tetracycline, yaitu proteksi ribosom dan pengaliran keluar (efflux) yang aktif Dengan demikian glycylcycline aktif terhadap tetracycline yang MIC nya (minimal inhibitory concentrasinya) bekisar diantara 0,25-0,5 miu/mL.Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu cincin lactone(biasanya terdiri atas 14 atau 16 atom( dimana terkait gula-gula deoxy. Obat prototipenya, erytromycin yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin lactone 14 atom diambil dari stretomyces erytheus. Claritromycin dan azithromycin merupakan turunan dari erytromycin , struktur umum dari erythromycin ditunjukkan di atas dengan cincin macrolide dan gula-gula desosamine dan clandisone, yang efektif terhadap organisme-organisme gram positif, resistensinya biasanya dikode oleh plasmid. Terdapat tiga mekanisme yang telah dikenali:
1. penurunan permeabilitas membran sel atau pengaliran keluar yang aktif
2. produksi esterase yang menghidrolisis macrolide
3. modifikasi situs ikatan ribosom oleh mutasi kromosom atau oleh methylase .
Claritromycin diturunkan dari erytromycin dengan penambahan satu kelompok methyl, serta memiliki stabilitas asam dan absorbsi oral yang lebih baik dibandingkan dengan erythromycin dan mempunyai mekanisme kerja yang sama. Azithromycin merupakan senyawa dengan cincin lactone macrolide lactone 15 atom yang diturunkan dari erythromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi ke dalam cincin lactone erhthromycin.Ketolide merupakan macrolide semisintetis dengan cincin 14 atom yang berbeda dari erythromycin karena adanya suatu kelompok 3 keto yang menggantikan gula netral. Clindamycin merupakan suatu turunan lincomycin dengan subsitusi chlorine , antibiotik yang dihasilkan oleh streptomyces lincolnesis, sekalipun strukturnya berbeda lincomycin mirip dengan erythtomicin dalam aktivitasnya.
Obat –obat tersebut diatas merupakan penghambat sintesis protein dan bermacam-macam agen antibacterial.

Penghambat sintetsis protein terutama :
1. sebagai agen garis kedua oleh karena munculnya resistensi
2. tetracycline adalah antibiotik spektrum lebar dengan aktivitas agent anaerob dan gram positif dan negatif aerobik organisme.
3. chloramfenikol bukanlah suatu antibiotik garis pertama oleh karena ada potensi untuk menyebabkan suatu anemia aplastik. Diindikasikan untuk infeksi radang selaput otak atau rickettsia.
4. Erytromycin, claritromycin dan azitromycin adalah satu-satunya antibiotik macrolide.


Tetracycline adalah bakteriostatik antimikroba dengan cakupan cukup luas terhadap aerobik dan anaerobik gram positif dan negatif bakteri. Mikroorganisme yang bersifat resisten terhadap dindin sel antimikroba aktif seperti Ricketsia, mycoplasma,chlamydia, legionella, plasmodium.

Mekanismenya menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat 30 s ribosom bakteri, mencegah akses aminocyl trna ke lokasi akseptor (A) pada kompleks mrna-ribosome. Kebanyakan tetracycline diserap tidak sempurn pada gi tract gi, rute eliminasi yang utama tetracycline adalah ginjal. Juga terkonsentrasi di dalam hati dan dikeluarkan melalui empedu ke usus halus, dosis untuk orang dewasa 1-2 g/hr , anak-anak di atas 8 tahun 20-50 mg/kg dibagi dua atau empat dosis.

Penggunaan terapi
1. rickettsia: rocky mountain, spotted fever, briil’s disease, murine thypus, pox ricketsia,
2. mycoplasma:mycoplasma pneumonia
3. clmidia; lymphogranuloma venerum, pneumonia, bronkitis dan sinusitis
4. urethritis non spesifik, trakhoma dan psittakosis

chloramphenicol
mekanismenya
1. menghambat sintesis protein dengan mengikat subunit ribosomal 50 s pada peptidyltransferase
2. menghambat formasi peptide diantara peptidytransferase dan substrat asam amino.

dapat diberikan secara oral dalam dua format yaitu obat aktif dan prodrug non aktif
penggunaan terapi : meningitis bakterial dan penyakit tipus

Erythromycin, clarithromycin dan azithromycin,
Adalah bakteriostatik dan bakterisid pada konsentrasi tinggi, paling efektif terhadap: kokus gram positif aerob dam bacilli, streptokokus pyogenik, streptokokus pneumonia, clostridium perfringens, corunebakterium diphteriae, listeria monocytogenes.

Mekanismenya:menghambat sintesis protein dengan mengikat 50 sub unit ribosomal.
Menghambat langkah translokasi dimana molekul peptydil tRNA yang baru bergerak dari akseptor ke peptidyl.

Erythroycin:
1. Diabsorbsi dari usus halus bagian atas
2. diinaktivasi oleh asam lambung sehingga obat berbentuk tablet enterik atau kapsul. Makanan dapat meningkatkan asiditas gi dan dapat menunda absorsi
3. erythromycin dieksresi inaktive dari urin konsentrasinya pada hepar dan ekresi aktivitas pada empedu.

Konsep: ini adalah termasuk antimicrobial obat yang selektif menghambat bakterial protein sintesis. Mekanisme dari protein sintesis pada mikroorganisme tidak dapat diidentifikasikan pada sel mamalia. Bakteri mempunyai 70 s ribosome, dimana mammalian sel mempunyai 80 s ribosome. Perbedaan obat dalam ribosom subunit ini pada komposisi kimia dan fungsional yang spesifik dari komponen asam nukleat dan protein. Pada perbedaan bentuk dari basis untuk selektiv toksisitas dari beberapa obat terhadap mikroorganisme tanpa menyebabkan efek yang umum pada sintesis protein pada sel mammalian. Chloramphenicol dan tetracycline sepanjang penggunaan inhibisi dari bakteri sintesisi protein ditemukan,. Karena mereka mempunyai spektrum yang luas dari antibakterial aktivitas dan disebutkan memiliki toksisitas yang rendah, dimana penggunaannya sangat berlebihan. Banyak onset yang tinggi sangat mungkin untuk menghadapi spesies bakteri yang mana mempunyai resistensi dan beberapa obat digunakan pada selektive agen. Erythromycin adalah sebuah macrolide antibiotik yang mempunyai spektrum yang sempit tetapi dilanjutkan pada aktif sepanjang pathogen yang penting. Azithromycin dan clarithromycin adalah semisintetik macrolode dengan beberapa properti khusus dibandinkan dengan erythromycin. Beberapa obat baru yaitu (streptogramins, linezolid) mempunyai aktivitas sepanjang gram positif tertentu yaitu bakteri yag mempunyai resistensi perkembangan pada antibiotik yang tua.

Mekanisme aksi

1. Seluruh antibiotik yang tua dibahas bahwa bakteriostatik inhibisi dari protein sintesis terdapat pada level ribosom. Penggabungannya adalah untuk chloramphenicol, macrolide dan tumbuh tumbuhan yang memimpin pada (oral atau vaginal) dan sangat jarang pada bakteri superinfeksi dengan s aureus atau Clostridium difficile.
2. struktural dari gigi: pada bayi ke tetracycline boleh memimpin pada enamel gigi dysplasia dan irregularitis pada pertumbuhan tulang. Ketika dikontraindikasikan pada kehamilan itu boleh pada situasi dimana manfaat dari tetracycline boleh keluar dari jenis-jenis kerugiannya. Pengobatan pada anak dapat menyebabkan enamel dysplasia dan deformasi ketika gigi permanen muncul.
3. hepatik toksisitas adalah dosis dari tetracyclines terutama pada pasien dengan kehamilan atau pada pasien dengan preexsisting dari penyakit hepar boleh diperbaiki pada hati fungsinya dan memimpin pada nekosis hepatik
4. toksisitas ginjal: satu bentuk dari tubuler asidosis, fanconi sindrome sudah didistribusikan untuk penggunaan dari kadaluwarsa tetracycline. Meskipun secara tidak langsung nephrotoxic, tetracyclines boleh diekserbasi sebagai adanya renal disfungsi.
5. photosensitivitas : tetracycline terutama demeclocycline boleh disebabkan pmempertinggi sensitivitas pada sinar ultraviolet.
6. toksisitas vestibular: dosisnya tergantung pada pusing yang dapat kembali dan vertigo boleh direportasikan dengan doxycycline dan minocycline.

Macrolides:

A klasifikasi dan farmakokinetik : macrolide antibiotik (erythromycin , azithromycin dan clarithromycin) adalah suatu roda yang luas yang merupakan struktur dengan gula yang diambil. Obat-obat mempunyai biovaibilitas oral yang baik. Tetapi azithromycin bsorbsinya diganggu oleh makanan. Macrolide didistribusikan pada banyak jaringan tetapi azithromycin absorbsinya sangat unik dan memiliki level yang diterima pada jaringan pada fagosit yang dimungkinkan mempunyai lebih pada plasma. Eliminasi dari erythromycin melalui ekresi biliari dan clarithromycin melalui hepar metabolisme dan sekresi urinarius ekresi dari obat yang diambil, adalah sangat baik kecepatannya ( setengah hari 2-5 jam), Azithromycin dieliminasikan dengan pendek selama 2-4 hari terutama pada urine sebagai obat yang tidak berubah.

B Aktivitas antimicrobial : erythromycin mempunyai aktivitas pada banyak spesies dari campylobacter, chlamydia, mycoplasma, legionella, gram positif kokus dan banyak gram negatif organisme yang merupakan spektrum aktivitas dari azithromycin dan clarithromycin adalah sama tetapi termasuk aktivitas yang baik terhadap chlamydia, m avium kompleks dan toksoplasma.
Sangat resistensi pada macrolodes di gram positif organisme termasuk produksi dari methylase yang menambah sebuah grup methyl pada ribosom dari site yang tergabung. Resistensi dari enterobacteria adalah hasil dari formasi dari obat esterase metabolisme. Resistensi yang menyebrang antara individual macrolide yang sangat kompleks.

C penggunaan klinis: erythromycin adalah efektif untuk digunakan sebagai oat infeksi yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae, corynebacterium, chlamydia trachomatis, legionella pneumophila. Ureaplasma urealyticum dan bordetella pertussis. Obat-obat juga aktif terhadap gram positif cocci, termasuk pneumococci dan beta lactamase yang memproduksi staphylococci tetapi bukan MRSA strains.
Azithromycin mempunyai similar spektrum dari aktivitas tetapi itu lebih aktif terhadap h influenzae, M catarrhalis dan neisseria. Karena itu merupakan waktu setengah terhadap dosis yang sendiri terhadap azithromycin yang efektif pada pengobatan di infeksi urogenital karenna C trachomatis dan 4 hari percobaan untuk pengboatan yang sangat efektif di komunitas yang terdapat pneumonia. Clarithromycin yang didapatkan adalah untuk prophylaxis terhadap pengobatan dari M avium kompleks dan sebagai komponen dari obat untuk regimens pada ulseraomycin diadministrasikan pada pasien untuk helicobacter pylori.

D.toksisitas : pembalikan efek termasuk gastrointestinal iritasi yang biasa yaitu jumlah penyakit kulit dan eosinophilia. Sebuah hipersensitivitas yang berdasarkan akut cholestatik hepatitis yang boleh terjadi dengan erythromycin estolate. Hepatitis adalah sangat jarang pada anak-anak , tetapi itu dapat ditambahkan sebagai kerugian yang terjadi dengan erithromycin estolate pada pasien yang hamil. Erythromycin menghambat beberapa bentuk dari sitokrom hepatik p450 dan dapat menambah pada level plasma dari anticoagulant, carbamazaphine, cisapride, digoxin dan theophyline. Aritmia kardiak yang terjadi ketika erythromycin yang diadministrasikan pada pasien mengambil astemizole atau terfenadine (2 antihistamic obat yang sudah digunakan secara luas di amerika) Obat yang sama mengalami interaksi yang juga terjadi dengan clarithromycin. Cincin lactone mempunyai struktur yang diedakan secara luas dari bentuk lain macrolide dan obat yang mengalami interaksi tidak biasa semenjak azithromycin tidak menghambat hepatik sitokrom p450. kimia yang berhubungan.

Clindamycin
A. classifikasi dan farmakokinetik : lincosamida lincomycin dan clindamycin mencegah bakteri mensintesis melalui sebuah mekanisme yang sama pada macrolida, melalui mereka yang bukan strukturkimia berkaitan. Resistensi mekanisme yang termasuk methylation dari daerah yang digabungkan dengan 50 s ribosomal subunit dan enzimatik inactivation. Resistensi silang antara lincosamide dan macrolida adalah biasa. Jaringan yang baik mengalami penetrasi terjadi setelah absorbsi oral. Lincosamide dieliminasi dengan bagian dari metabolisme dan dengan bagian duktus iliaris dan ekresi renal.
B. Penggunaan klinik dan toksisitas: penggunaan utama dari clindamycin adalah pengoatan dari beberapa infeksi terutama pada akteri anaerob tertentu yang disebut bakteroides. Clindamycin setelah digunakan dalam membackup obat terhadap gram positif coccus dan sangat direkomendasikan untuk prophylaxis dari endocarditis pada penyakit valvular pada pasien yang mana terdiri dari alrgi penicillin. Obat-obat yang aktif terhadap pneumocystis carinii dan toxoplasma gondii. Toksisitasnya dari clindamycin termasuk iritasi dari gastrointestinal, kulit luka-luka, neutropenia, hepatik disfungsi, dan superinfeksi yang mungkin terdiri dari c difficile pseudomembranous colitis.

Streptoramins
Quinupristin dalfopristin adalah sebuah kombinasi dari 2 streptogramin yang disebut baktericidal yaitu mempunyai durasi dari antibakterial aktivitas lebih lama dari setengah hidup dari 2 ikatan (postantibiotik efek) antibakterial aktivitas termasuk penicillin resistant pneumococci methicillin resistant (MRSA) dan vancomycin resistent staphylococci (VRSA) dan resisten enterococcus faecium. Diadministrasikan secara intravena. Kombinasi dai produk boleh menyebabkan sakit kepala dan sebuah arthralgia yalgia sindrome. Streptogramins ada yang sangat potent pada inhibitor dari cyp3a4 dan bertambah di dalam plasma level dari banyak obat termasuk cisapride, cyclosporine, diazepam, nonnucleoside terhadap transcriptase inhibitor (NNRTIs) dan warfarin.

Linezolide
Yang pertama dari kelas pertama dari antibiotik (oxazolidinones) linezolid adalah aktif terhadap banyak obat yang reistent terhadap gram positif cocci, termasuk strain yang sangat resisten pada beta lactams dan vancomycin misalnya vancomycin resistent enterococcus faecium) linezolid digabungkan pada daerah yang unik pada 50 s ribosomal subunit yang mana itu tertentu untuk resistensi silang dengan inhibitor sisntesis protein yang lain. Linezolide sangat baik pada keduanya yaitu oral dan parenteral formasi.














2.3
45.AMINOGLYCOSIDA

Aminoglycosida adalah suatu golongan antibotik bakteriosida yang asalnya didapat dari berbagai sesies streptomyces dan memiliki sifat sifat kimiawi antimikroba , farmakologi dan toksik yanhg karakteritik. Golongan ini meliputi streptomycin, neomycin,kanamycin, amikacin,gentamicin, tobramycin, sisomicin, netilmicin dan sebagainya.

Aminoglycosida digunakan secara luas terhadap bateri-bakteri gram negatif enterik khususnya dalam bakteriemi dan sepsis, kombinasi dengan vancomycin atau penisilin untuk endokarditis dan untuk terapi tbc. Streptomycin adalah aminoglycosida tertua dan paling banyak dipelajari. Gentamycin, tobramycin dan amikacin adalah aminoglycoside yang paling luas dipakai saat ini. Neomycin dan kanamycin saat ini dibatasi untuk penggunaan topikal atau oral dalam jumlah besar.

Sifat umum aminoglycosida adalah mempunyai cincin heksosa yaitu streptidine atau 2 deoxystreptamine dimana berbagai gula amino dikaitkan oleh ikatan glikosidik. Agen-agen ini larut air, stabil dalam larutan dan lebih aktif pada ph alkali dibandingkan pada ph asam, mekanisme kerja streptomycin memiliki aktivitas yang sama merupakan penghambat protein ireversibel, mekanisme resistensi memiliki 3 prinsip yaitu
; mikroorganisme memproduksi suatu enzm transferase atau enzim-enzim yang menyebabkan inaktivitas aminoglcosida melalui adenililasi, asetilasi atau fosforilasi ini merupakan tipe resistensi utama yang dihadapi , menghalangi masuknya aminoglycosida ke dalam sel, protein reseptor subunit ribosom 30s kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat dari mutasi, farmakokinetika aminoglycosida diabsorbsi sangat uruk pada saluran gastrointestinal yang utuh, seuhan dosis oral dieksresikan dalam feses setelah pemberian peroral, efek-efek yang tidak diinginkan semua aminoglycosida bersifat ototoksk dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas cenderunng ditemukan saat terapi dilanjutkan. Penggunan bersama dengan diuretik loop atau agen antimikroba nefrotoksik lain dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin dihindarkan, penggunaan klinis aminoglycosida paling sering digunakan melawan bakteri enterik gram negatif khususnya ketika isolatnya resisten obat dan ketika dicurigai sepsis.

Aminoglycosida prototipenya adalah gentamycin, neomycin, spectinomycin, amikacin, netilmicin, streptomycin, tobramycin, kanamycin. Farmakokinetikana tidak diabsorbsi setelah pemberian oral (harus diberikan im atau iv untuk efek sistemik, protein mempunyai penetrasi jaringan yang terbatasdan bisa melintasi sawar darah otak, ekresi oleh filtrasi glomerular.

Mekanisme kerjanya adalah aminoglycosida adalah penghambat sintesa protein bakteri, di dalam sel aminoglycosida mengikat subunit 30s ribosomal dan menghambat sintesa protein melalui 3 jalan menghambat formasi inisiasi komplek menyebabkan salah baca kode pada template mrna, menghambat transloksi
Penggunan klinisnya
1. infeksi serius yang disebabkan oleh gram aerob bakteri negatif (e. coli, enterobacter, klebsiella, proteus, providensia, pseudomonas, serratia)
2. penggunaan dikombinasi dengan penisilin pada pengobatan pseudomonal, listeria dan enterococcal
3. sterptomisin digunakan pada penngoatan infeksi tuberkulosis, plague dan tularemia
4. netilmicin untuk pengobatan peradangan serius yang disebabkan oleh organisme yang resisten terhadap aminoglycosida yang lain.
5. spectinomycyn adalah suatu obat untuk penngobatan gonorrhoe. i.m . sebagai dosis tunggal

toksisitas
1. ototoksisitas
merupakan kerusakan pendengaran dan vestibular yang irreversibel terutama pada dosis yang tidak sewajarnya yang dimodifikasi kelainan fungsi tubuh berkenaan dengan ginjal, ototoksisitas yang meningkat pada penggunaan loop diuretik.
2. nefrotoksik
nekrosis tubulus yang kebanyakan dikarenakan gentamicin dan tobramycin
3. blokade neuromuskuler
terjadi pada dosis tinggi yang mengakibatkan paralisis pernafasan biasanya reversibel dengan penggunaan kalsium dan neostigmin
4. reaksi kulit


konsepnya

A mode dari antibakterial aksi adalah pada pengobatan dari mikrobial infeksi dengan antibiotik, dosis yang multipel pada regimen secara tradisional sudah dibuat untuk menjaga serum konsentrasi diatas MIC sepanjang kemungkinnan. Bagaimanapun secara efektif untuk beberapa antibiotik, termasuk aminoglycosida hasilnya adalah dari konsentrasi yang bergantung pada aksi. Sebagai plasma level yang ditambahkan iatas dari MIC, aminoglycosida membunuh pertambahan proporsi dari bakteri dan tidak terdapat rate yang cepat. Antibiotik lain termasuk peniclin dan cephalosporin menyebabkan waktu yang bergantung pada pembunuhan mikroorganisme dimana mereka terlahir secara in vivo efikasi yang langsung berhubungan dengan waktu yang berelasi diatas MIC dan menjadi independent merupakan konsentrasi sekali pada MIC yang sudah dicapai.
Aminoglycosida juga dapat mengeluarkan postantibiotik efek seperti aksi pembunuhan dilanjutkan ketika level dari plasma yang dtentukan dibawah ukuran level tertentu, aminoglycosida mempunyai efek yang baik ketika diadministrasikan sebagai doss yang luas dibandingkan diberi dengan multipel dosis yang kecil. Toksisitasnya secara kontras pada efikasi antibakterial dari aminoglycosida tergantung keduanya pada plasma kritikal konsentrasi dan pada waktu level yang dicapai. Waktu yang terdapat diatas seperti waktu yang pendek dengan administrasi dari single dosis yang luas dari sebuah aminoglycosida ketika terdiri dari tipe multiple yang kecil dan diberikan. Konsepnya terbentuk dari basis sehari satu kali aminoglycosida mempunyai dosis protokolo yang mana lebih efektif dan kurang toksik daripada tradisional regimen dosis.

C. klasifikasi: obat-obat ini pada suatu kelas dan strukturnya berelasi dengan gula amino yang didapat dengan glycosidic. Perbedaan utama sepanjang obat individual yang terdapat pada aktivitas terhadap organisme spesifik terutama pada gram batang negative.

D. pharmakokinetika: aminoglycosida adalah ikatan polar dan tidak diabsorbsi setelah oral administrasi. Mereka harus diberi secara parenteral dari efek sistemik dan mempunyai limit jaringan penetrasi. Glomerular filtrasi adalah mode utama dalam ekresi dan plasma lvel dari obat-obat adalah hasil yang baik pada perubahan dari fungsi renal. Ekresi dari aminoglcosida adalah langsung proportionasi untuk pembersihan dari kreatinin dan dosis yang diambil harus dapat dibuat pada insufisiensi renal dan untuk menghindari toksisitas dari suatu akumulasi. Untuk memonitoring sebuah level plasma dari aminoglycosid dapat berharga untuk penyimpanan dan efektif dosis yang mengalami seleksi dan pengamilan. Untuk dosis tradisional regimens (2 atau 3 waktu sehari), mencapai puncak serum level diukur kira-kira 30-60 menit setelah administrasi dan melalui level sebelum dosis selanjutnya.

E. Mekanisme aksi: aminoglycosida adalah bakteri yang menghambat sintesis protein. Penetrasinya melalui sel bakeri terutama mempunyai bagian yang bergantung pada oksigen dan aktif transport, mereka mempunyai aktivitas yang kecil terhadap anaerob. Aminoglycosida transportasinya dapat diambil dari dinding sel inhibitor, yang mana menjadi basis dari antimicrobial sinergis. Di dalam sel aminoglikosida menggabungkan 30s ribosomal subunit dan ikut campur dengan sintesis protein paling lambat 3 jalan:

1. mereka memblok formasi dari inisiasi yang komplek
2. mereka menyebabkan kesalahan baca pada kode mRNA template
3. mereka menghambat translokasi

Aminoglikosida juga merupakan stuktur polysomal, menghasilkan pada monosome yang nonfungsional.

F. mekanisme dari resistensi pada mekanisme yang primer dari resistensi aminoglikosida pada plasmid dimediasikan dengan formasi yang merupakan inaktivitas enzim. Beberapa enzim adalah suatu grup transferase yang mengkatalisa acetylasi dari fungsi amine dan transfer phosphoryl atau adenylyl grup pada oksigen atom dari hydroxyl grup pada aminoglycosida. Secara individual aminoglycosida mempunyai perbedaan suspek pada beberapa enzym. Terutama netilmicin adalah sangat suspek pada hanya beberapa enzim. Obat boleh sangat aktif terhadap beberapa strain pada organisme yang lain dari aminoglikosida.

penggunaan klinis:
1. penggunaan primer : 3 aminoglikosida yaitu gentamicin, tobramycin, amikacin adalah sangat penting terhadap obat pada pengobatan di infeksi yang serius yang menyebabkan gram negatif aerobik bakteria, termasuk e. coli dan enterobakteria, klebsiella, proteus, pseudomonas dan jenis serratia. Pilihan obat tergantung paa suspeknya. Antibakterial sinergis boleh terjadi ketika aminoglycosida digunakan pada kombinasi dengan beta lactans antibiotik, misalnya termasuk kombinasi ang mereka gunakan pada pengobatan yang serius pada pseudomonas dan enterokokus infeksi.
2. indikasi lainn
a. streptomycin: streptomycin digunakan pada pengobatan tuberculosis, plak dan tularemia. Karena kerugian dari ototoxisity, streptomycin seharusnya digunakan ketika obat lain digunakan
b. neomycin: berpotensi untuk toksik, digunakan seara topical atau lokal pada traktus gastrointestinal
c. netilmicin: biasanya digunakan pada pengoatan yang serius pada infeksi disebabkan oleh resistensi organisme dan aminoglykosida yang lain
d. spectinomycin: spectinomycin adalah aminocyclitol yang berelasi pada aminoglikosida itu adalah sebuah obat yang harus diambil kembali, diadministrasikan secara intramuscular sebagai sebuah dosis single pada pengobatan gonorrhea.

G. toksisitas

1. ototoksisitas: auditori atau kerusakan vestibular atau keduanya boleh terjadi dengan banyak aminoglycosida dan boleh tidak kembali lagi. Pengobatan auditory adalah sangat mudah disukai dengan amikacin, kanamycin, vestibular disfungsi dan pada plasma level terutama pada gentamicin dan tobramicin. Ototoksisitas kerugiannya sebanding dengan pllasma level dan demikian terutama pada dosis tinggi tidak dapat dimodifikasi dengan tepat pada disfungsi renalis. Ototoksisitas boleh ditambahkan dengan diuretik putaran / loop sejak ototoksisitas dilaporkan sebagai pembukaan pada janin . aminoglycosida sangat dikntraindikasikan pada kehamilan kecuali kalau secara potensial manfaatnya didipertimbangkan untuk memperoleh kerugian yang lebih berat.
2. nephrotoksisitas: toksisitas renal biasanya diguakan untuk mengambil bentuk pada akut tubular nekrosis. Ini adalah efek yang tidak cocok yang mana lebih sering terulang, adalah hal biasa pada pasien yang lebih tuadan pada kondisi tertentu menerima amphoteicin B, cephalosporin atau vancomycin, gentamicin dan tobramycin adalah merupakan nephrotoksik
3. neuromuscular blokade : lebih jarang , curare suka memblok yang terjadi pada dosis yang tinggi dari aminoglikosida dan boleh menghasilkan pada respiratori paralisis. Hal tersebut biasanya sangat reversibel dengan pengobatan calsium dan neostigmin tetapidukungan ventilasi boleh dibutuhkan.
Reaksi kulit: kulit yang allergi boleh terjadi pada pasien dan terkena dermatitis dan boleh terjadi pada pemakaian personal dari obat. Neomycin adalah sebuah agen yang digunakan untuk menyebabkan efek yang tidak diinginkan ini.






2.4
46 Sulfonamida, Trimethoprim, dan
Fluoroquinolones

Konsep
Sulfonamida dan trimethoprim merupakan contoh-contoh obat yang beraksi sebagai antimetabolite. Karena memiliki struktur kimia yang dengan senyawa-senyawa yang terjadi secara alamih, sulfonamida dan trimethoprim dapat mengganggu sintesa asam folik, yang kritis untuk berbagai mikroorganisme. Sulfonamida (congener struktur asam aminobenzoic) menghambat synthase asam dihydropteroik, langkah awal dalam sintesis asam folik. Trimethoprim (analogi asam dihydrofolik) menghambat reductase dihydrofolate enzim, yang mengubah asam dihydrofolik ke bentuk aktif, asam tetrahydrofolik. Gabungan sulfonamida dan trimethoprim menyebabkan blokade sintesa asam folik berangkai, yang menimbulkan aksi bakterisida dan synergistik.
Perkembangan fluoroquinolone pada pertengahan 1980an menunjukan suatu kemajuan penting, karena obat-obat ini mempunyai spektrum aktivitas antimikroba yang luas yang meliputi strain (keturunan) dari patogen-patogen umum yang resistan terhadap antibiotik yang lebih tua. Fluoroquinolones mempunyai bioavailabilitas oral yang baik dan sedikit menimbulkan efek samping – karakteristik yang mendukung penggunaannya secara luas selama dekade silam. Sayangnya, kemunculan strain resistan organisme-organisme yang sebelumnya rentan (misalnya, staphylococci dan streptococci) mulai menurunkan nilai klinis fluoroquinolones yang sebelumnya sudah dipakai selama beberapa dekade.


Obat-obat Antifolate
A. Klasifikasi dan Farmakokinetik:
1. Sulfonamida: Sulfonamida adalah senyawa asam lemah yang memiliki nuklei (inti) kimia yang mirip asam p-aminobenzoic (PABA). Anggota gugus ini terutama berbeda dalam sifat-sifat farmakokinetik dan kegunaan klinisnya. Ciri-ciri farmakokinetik meliputi resapan tissu sedang, metabolisme hepatis, dan ekskresi (pengeluaran) obat intak dan metabolite acetylated dalam urin (air seni). Kelarutan (solubilitas) bisa berkurang dalam urin asam, yang menyebabkan pengendapan obat dan metabolite-nya. Kareka keterbatasan kelarutan, gabungan tiga sulfonamida terpisah (triple sulfa) sudah dipakai untuk mereduksi atau mengurangi kemungkinan bahwa salah satu obat akan mengendap. Sulfonamida bisa dikelompokkan sebagai sulfonamida aksi-pendek (misalnya, sulfisoxazole), aksi-sedang (misalnya, sulfamethoxazole), dan aksi-panjang (misalnya, sulfadoxine). Sulfanomida mengikat protein-protein plasma pada lokasi yang didiami bersama oleh bilirubin dan oleh obat-obat lain.
2. Trimethoprim : Obat ini secara struktur mirip dengan asam folic. Ia adalah suatu basa lemah dan terperangkap dalam lingkungan asam, mencapai konsentrasi tinggi dalam asam prostatis dan asam vaginal. (Perangkap congener, pyremethamine, digambarkan dalam Gambar 1-1). Sebagian besar trimethoprim dikeluarkan tak berubah dalam urin. Paruh-hidup obat ini mirip dengan sulfamethoxazole (10-12 jam).


B. Mekanisme aksi :
1. Sulfonamida : Sulfonamida adalah penghambat bakteriostatis sintesa asam folik. Seperti antimetabolite PABA, sulfanomida adalah penghambat synthase dihydropteroate yang kompetitif (Gambar 46-1). Mereka juga dapat beraksi sebagai substrat untuk enzim ini, yang menghasilkan sintesa bentuk-bentuk nonfungsional asam folik. Toksitas selektif sulfonamida berasal dari ketidakmampuan sel-sel mamalia untuk mensintesa asam folik; mereka harus menggunakan asam folik pra-bentuk (preformed) yang terdapat dalam diet.
2. Trimethoprim: Trimethoprim adalah penghambat selektif reductase dihydrofolate bakteri yang mencegah pembentukan bentuk tetrahydro aktip asam folik (Gambar 46-1). Reductase dihydrofolate bakteri adalah empat sampai lima kali lebih sensitif kepada hambatan oleh trimethoprim ketimbang enzim mamalia.
3. Trimethoprim plus sulfamethoxazole: Bilamana dua obat dipakai secara bersama-sama (kombinasi), synergi antimikroba berasal dari blokade rangkaian sintesa folate (Gambar 46-1). Kombinasi obat adalah bakterisida melawan organisme-organisme rentan.

C. Resistansi: Resistansi bakteri terhadap sulfonamida adalah umum dan bisa plasmid-mediated. Resistansi bakter ini dapat berasal dari turunnya akumulasi intra-sel obat-obat, meningkatnya produksi PABA oleh bakteri, atau turunya kepekaan synthase dihydropteroate kepada sulfoamida. Resistansi klinis terhadap trimethoprim paling sering berasal dari produksi reductase dihydrofolate yang mempunyai afinitas yang menurun terhadap obat.

D. Kegunaan Klinis :
1. Sulfonamida : Sulfonamida aktip terhadap organisme-organisme gram-positif dan gram-negatif, chlamydia, dan nocardia. Anggota khusus gugus sulfonamida digunakan dengan rute berikut untuk kondisi-kondisi yang terindikasi.
a. Infeksi saluran urin sederhana : oral (misalnya, triple sulfa, sulfisoxazole).
b. Infeksi okular : topikal (misalnya, sulfacetamida)
c. Infeksi bakar : topikal (misalnya, mafenida, silver sulfadiazine)
d. Ulcerative colitis, rheumatoid arthritis : oral (misalnya, sulfasalazine).
2. Trimethoprim dan sulfamethoxazole (TMP-SMZ): Kombinasi obat ini adalah obat yang dipakai sekarang untuk infeksi saluran urin yang complicated dan untuk infeksi pernafasan dan infeksi-telinga serta infeksi sinus karena H. Influenzae dan Moraxella catarrhalis. Pada pasien immuno-compromised, TMP-SMZ dipakai untuk infeksi karena Aeromonas hydrophila dan merupakan obat pilihan untuk pencegahan serta pengobatan pneumonia pneumocystis. TMP-SMZ adalah obat pendukung (backup drug) untuk demam typhoid dan shigellosis dan sudah dipakai untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh staphylococci resistan-methicillin dan Listeria monocytogenes.



E. Toksitas Sulfanomida:
1. Hypersentivitas: Reaksi-reaksi alergi, termasuk ruam-ruam (rash) kulit dan demam, biasa terjadi. Allergenisitas-silang antara sulfonamida harus diperhitungkan dan bisa juga terjadi dengan obat-obat yang secara kimiawi berkaitan (misalnya, hypoglycemic oral, thiazide). Dermatitis exfoliatif, polyarteritis nodosa, dan sindrom Stevens-Johnson sudah jarang terjadi.
2. Gastrointestinal: Nausea, muntah, dan diare biasanya terjadi. Dysfungsi hepatis ringan dapat terjadi, tetapi hepatitis jarang.
3. Hematotoksitas: Meskipun efek-efek tersebut jarang, sulfonamida dapat menyebabkan granulocytopenia, thrombocytopenia, dan anemia aplastis. Hemolysis akut bisa terjadi pada orang penderita defisiensi dehydrogenase cose-6-phosphate.
4. Neprotoksitas: Sulfonamida bisa mengendap dalam urin pada pH asam, yang menyebabkan crystalluria dan hematuria.
5. Interaksi obat : Persaingan dengan warfarin dan methotrexate untuk pengikatan protein plasma secara transien meningkatkan level plasma obat-obat ini. Sulfonamida dapat menggantikan bilirumin dari protein plasma, dengan risiko kernicterus pada neonata jika dipakai pada trisemester kehamilan ketiga.

F. Toksitas trimethoprim: Trimethoprim dapat menyebabkan efek-efek buruk yang dapat diramalkan dari suatu obat antifolate, termasuk anemia megaloblastik, leukopenia, dan granulocytopenia. Efek-efek ini biasanya diperringan oleh asam folinik supplemen. Kombinasi trimethoprim-sulfamethoxazole bisa menyebabkan efek buruk yang berhubungan dengan sulfonamida. Pasien penderita AIDS yang diberi TMP-SMZ mempunyai insidensi efek buruk tinggi, termasuk demam, ruam-ruam (rashes), leukopenia, dan diare.

Fluoroquinolones
A. Klasifikasi dan Farmakokinetik: Fluoroquinolone orisinil atau asli adalah norfloxacin; lainnya dalam gugus ini meliputi ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, lomefloxacin, dan sparfloxacin. Semua obat memiliki bioavailabilitas oral yang baik (antacida bisa mengganggu) dan menembus sebagian besar tissu tubuh. Akan tetapi, norfloxacin tidak mencapai level plasma yang memadai untuk dipergunakan pada sebagian besar infeksi sistemik. Eliminasi sebagian bear fluoroquinolones adalah melalui ginjal via sekresi tubular aktif (yang dapat diblokir oleh probenecid). Reduksi dosis biasanya dibutuhkan dalam dysfungsi ginjal. Moxifloxacin, sparfloxacin, dan trovafloxacin sebagian dieliminir oleh metabolisme hepatis dan juga oleh ekskresi empedu. Paruh-hidup fluoroquinolones biasanya berkisar 3-8 jam, tetapi obat-obat yang dieliminir oleh rute non-ginjal memiliki paruh-hidup berkisar 10 sampai 20 jam.

B. Mekanisme Aksi: Fluoroquinolone mengganggu sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (gyrase DNA) dan topoisomerasa IV. Mereka memblokir pengenduran DNA supercoil yang dikatalisasi oleh gyrase DNA – langkah yang dibutuhkan untuk transkripsi dan duplikasi normal. Penghambatan topoisomerase IV oleh fluoroquinolone mengganggu pemisahan replikasi kromosom DNA selama pembelajan sel. Fluoroquinolones biasanya bakterisidal melawan organisme rentan.

C. Resistansi: Resistansi fluoroquinolone terjadi selama pengobatan dengan frekuensi sekitar satu dalam 108 organisme, khususnya pada staphylococci, pseudomonas, dan serratia. Mekanisme resistansi meliputi penurunan akumulasi intrasel (didalam sel) obat dan perubahan dalam kepekaan anzim target via mutasi point dalam daerah pengikatan fluoroquinolone. Pada coliform, perubahan-perubahan pada kepekaaan gyrase DNA adalah yang terpenting, sementara pada resistansi cocci gram-positif terutama karena perubahan pada kepekaan topoisomerase IV.

D. Kegunaan klinis : Fluoroquinolone efektif dalam pengobatan infeksi sistim urogenital dan gastrointestinal yang disebabkan oleh organisme-organisme gram-negatif, termasuk gonococci, E. Coli, Klebsiella pneumoniae, Compylobacter jejuni, enterobacter, Pseudomonas laeruginosa, salmonella, dan shigela. Mereka sudah banyak dipergunakan untuk infeksi sistim pernafasan, infeksi kulit, dan infeksi tissu lunak, tetapi efektivitasnya sekarang variabel karena munculnya resistansi. Ciprofloxacin dan ofloxacin adalah alternatif untuk cephalosporins generasi-ketiga pada gonorrhea, yang diberikan dalam dosis oral tunggal. Ofloxacin akan mengikis organisme-organisme berikutnya seperti chlamydia, tetapi masa pengobatan 7-hari dibutuhkan. Levofloxacin mempunyai aktivitas yang baik melawan organisme yang berhubungan dengan pneumonia community-acquired, termasuk atipikal seperti Mycoplasma pneumonioe. Sparlofoxacin telah meningkatkan aktivitas melawan organisme gram-positif, termasuk pneumococci resistan-penisilin. Moxifloxacin dan trovafloxacin mempunyai spektrum aktivitas paling luas, yang meliputi organisasi gram-positif dan gram-negatip dan bakteri anaerobik. Fluoroquinolone juga sudah dipakai dalam keadaan carrier meningcoccal, dalam pengobatan tuberculosis, dan dalam pengelolaan propylaktis pasien-pasien neutropenik.

E. Toksitas: Distres gastrointestinal adalah efek samping yang paling umum. Fluoroquinolones bisa menyebabkan ruam-ruam kulit, sakit kepala, kepusingan (dizziness), insomania, tes fungsi liver abnormal, fototoksitas, dan tendonitis. Superinfeksi karena C. albicans dan streptococci sudah terjadi. Fluoroquinolones tidak direkomendasikan dipakai pada anak-anak atau saat kehamilan karena bisa menyebabkan masalah-masalah cartilage pada hewan yang sedang berkembang. Fluoroquinolones bisa menaikkan level plasma theophylline dan methulxanthine lain, yang menaikkan toksitasnya. Sparfloxacin memperpanjang interval QT, dengan kemungkinan resiko arrhythmia jantung, dan obat dikaitkan dengan insidensi fotosensitivitas tinggi. Trovafloxacin memiliki potensi hepatotoksis.

Daftar Obat
Obat-obat berikut merupakan anggota penting dari gugus atau kelompok obat yang dibahas dalam bab ini. Prototipe harus dipelajari secara rinci; ciri-ciri penting dari variant utama harus jelas diketahui untuk membedakan variant dari prototipe dan satu sama lain; agen signifikan lain dikenal dalam subkelas khusus.


2.5
47. Obat Antimycobakteri

Konsep
Chemoterapi infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, M. leprae, dan M avium-intracellulare dipersulit oleh banyak faktor, yang meliputi (1) informasi terbatas tentang mekanisme aksi obat antimycobakteri; (2) perkembangan resistansi; (3) lokasi intrasel mycobakteria; dan (4) sifat kronis penyakit mycobakteri, yang membutuhkan penggunaan obat dalam waktu lama (protracted drug) dan berhubungan dengan toksitas obat. Chemoterapi infeksi mycobakteri hampir selalu melibatkan penggunaan kombinasi obat untuk memperlambat munculnya resistansi dan meningkatkan efikasi (kemanjuran) antimycobakteri. Obat-obat utama yang dipakai pada tuberculosis adalah isoniazid (INH), rifampin, ethambutol, pyrazinamida, dan streptomycin. Aksi obat-obat ini pada M. tuberculosis adalah bakterisidal atau bakteriostatis tergantung pada konsentrasi obat dan kerentanan (susceptibilitas) strain. Supresi M. avium-intracellulare pada pasien immunocompromised juga membutuhkan pengobatan multi-obat. Obat utama untuk leprosy adalah dapsone, yang biasanya diberikan bersama dengan rifampin atau clofazimine (atau kedua-duanya). Subkelompok obat yang dipakai dalam kondisi-kondisi ini ditunjukan dalam Gambar 47-1.

Obat untuk Tuberculosis
A. Isoniazid:
1. Mekanisme : Isoniazid (INH) adalah congener struktur pyridoxine. Mekanisme aksinya meliputi penghambatan enzim yang dibutuhkan untuk sintesis asam myolic dan dinding sel-sel mycobakteri. Resistansi dapat muncul dengan cepat jika obat dipakai sendirian. Resistansi tingkat-tinggi dikaitkan dengan penghapusan (deletion) pada gen katG yang menyatakan kode catalase yang dipakai pada bioaktivasi INH. Resistansi level-rendah terjadi lewat penghapusan (deletion) pada gen inhA yang menyatakan kode untuk protein carrier acyl target.
2. Farmakokinetik: INH juga baik diserap secara oral dan menembus sel-sel beraksi pada mycobakteria intrasel. Metabolisme INH liver adalah dengan acetylasi dan dalam kontrol genetik. Pasien bisa menjadi inaktivator obat yang cepat atau lambat. Proporsi acetylator lebih tinggi diantara orang asal Asia (termasuk Pribumi Amerika) ketimbang orang asal Eropa atau Afrika. Acelylator cepat membutuhkan dosis yang lebih tinggi ketimbang acetylator lambat untuk efek-efek terapis yang setara.
3. Kegunaan Klinis: INH adalah obat penting yang dipakai pada tuberculosis dan merupakan komponen regim kombinasi paling banyak diantara obat. Dalam pengelolaan prophylactic konvertor tes kulit dan kontak dekat pasien dengan penyakit aktif, INH diberikan sebagai obat tunggal.
4. Toksitas dan interaksi: Efek-efek neurotoksis biasa dan meliputi neuritis periperal, kegelisahan (restlessness), kedutan (kejang) otot, dan insomania. Efek-efek ini dapat diperringan (tanpa pemblokiran efek antibakteria) dengan jalan penatalaksanaan (pemberian) pyridoxine. INH adalah hepatoksis dan bisa menyebabkan tes fungsi liver abnormal, penyakit kuning (jaundice), dan hepatitis. Namun, hepatoksitas jarang pada anak-anak, INH bisa menghambat metabolisme hepatik obat, misalnya, phenytoin. Hemolysis telah terjadi pada pasien penderita defisiensi dehydrogenase glucose-6-phosphate. Sindrom mirip-lupus juga sudah dilaporkan.

B. Rifampin :
1. Mekanisme : Rifampin – turunan rifamycin – adalah bakterisidal melawan M. Tuberculosis. Obat ini menghambat polymerase RNA yang tergantung-DNA (dikenal sebagai gen rpo) dalam M. Tuberculosis dan beberapa mikroorganisme lain. Resistansi via perubahan-perubahan pada kepekaan obat polymerase muncul dengan cepat jikalau obat dipakai sendirian.
2. Farmakokinetik: Bilamana diberikan lewat oral, rifampin diserap dengan baik dan tersebar kedalam sebagian besar tissu tubuh, termasuk CNS. Obat mengalami siklus (cycling) enterohepatik dan sebagian termetabolisasi dalam liver (hati). Keduanya obat dan metabolite bebas (yang berwarna orange) terutama terbuang kedalam kotoran (feces).
3. Kegunaan klinis : Pada tuberculosis, rifampin selalu dipakai bersama dengan obat-obat lain. Pada leprosy, rifampin yang diberikan secara bulanan memperlambat munculnya resistansi terhadap dapsone. Rifampin dapat dipakai sebagai obat tunggal pada prophylaxis melawan tuberculosis dalam diri pasien yang tidak toleran-INH atau kontak dekat pasien dengan strain resistan-INH organisme. Penggunaan lain rifampin meliputri keadaan carrier meningococcal dan straphylococcal.
4. Toksitas dan interaksi : Rifampin biasanya menyebabkan proteinuria rantai ringan dan bisa merusak reaksi antibody. Efek sampingnya meliputi ruam-ruam kulit, thrombocytopenia, nephriyis, dan dysfungsi liver. Jika diberikan kurang dari dua kali seminggu, rifampin bisa menyebabkan munculnya sindrom mirip-flu dan anemia. Rifampin dengan kuat mendorong enzim metabolisasi-obat liver dan menaikkan laju eliminasi berbagai obat termasuk anticonvulsant, steroid kontraseptik, cyclosporine, ketoconazole, methadone, dan warfarin.

C. Ethambutol :
1. Mekanisme : Ethambutol menghambat transferase arabinosyl (dikenal sebagai operon embCAB) yang dijumpai dalam sintesa arabinogalactan, komponen dinding sel mycobakteria. Resistansi terjadi dengan cepat via mutasi pada gen emb jikalau obat dipakai sendirian.
2. Farmakokinetik: Obat dengan baik terserap secara oral dan tersebar ke sebagian besar tissu, termasuk CNS. Sebagian besar dieliminasi tak berubah dalam urin. Reduksi (pengurangan) dosis perlu pada gagal ginjal.
3. Kegunaan Klinis : Pemakaian ethambutol hanya pada tuberculosis, dan selalu diberikan bersama (dicampur) dengan obat lain.
4. Toksitas: Efek buruk yang paling umum adalah gangguan penglihatan tergantung-dosis, termasuk aktivitas penglihatan turun, buta warna merah-hijau, neuritis optik, dan kemungkinan kerusakan retina (akibat pemakaian lama dengan dosisi tinggi). Sebagian besar efek-efek ini hilang bilama obat diberhentikan. Efek-efek neurotoksis lain meliputi sakit kepala, pusing, dan neuritis periperal.

D. Pyrazinamida :
1. Mekanisme : Mekanisme aksi pyrazinamida tidak diketahui; namun, aksi bakteriostatisnya tampaknya membutuhkan konversi metabolik via pyrazinamidases (dikenal sebagai gen pncA) yang terdapat pada M. tuberculosis. Mycobakteria resistan kekurangan enzim-enzim ini, dan resistansi berkembang dengan cepat jikalau obat dipakai sendirian. Ada resistansi-silang minimal dengan obat-obat antimykobakteria lain.
2. Farmakokinetik: Pyrazinamida baik terserap secara oral dan meresap kedalam sebagian besar tissu tubuh, termasuk CNS. Obat ini sebagian dimetabolisasi ke asam pyrazinoic, dan molekul induk dan metabolite-nya diekskresi dalam urin. Paruh-hidup plasma pyrazinamida naik dalam hepatis atau gagal ginjal.
3. Kegunaan klinis : Pemakaian gabungan pyrazinamida dengan obat-obat antituberculosis lain merupakan faktor penting dalam keberhasilan regim pengobatan “short-course”.
4. Toksitas : Sekitar 40 persen pasien mengalami nonguity polyarthralgia. Hyperuricemia biasa terjadi tetapi biasanya asymptomatik. Efek-efek buruk lain meliputi myalgia, iritasi gastrointestinal, ruam maculopapular, dysfungsi hepatik, porphyria, dan reaksi-reaksi fotosensitivitas.

E. Streptomycin : Aminoglycosida ini sekarang lebih sering dipakai daripada sebelumnya karena prevalensi strain resistan-obat M. Tuberculosis yang berkembang. Streptomycin terutama dipakai pada kombinasi obat untuk pengobatan penyakit tuberculosis pengancam-jiwa, termasuk meningitis, penyebarluasan miliary, dan tuberculosis organ berat. Sifat-sifat farmakodinamis dan farmakokinetik dari streptomycin mirip dengan sifat aminoglycosida lain (lihat Gambar 45).

F. Obat Alternatif: Obat-obat antimycobakteri lini-kedua dipakai pada kasus-kasus yang resistan terhadap obat lini pertama; obat-obat lini disebut sebagai obat lini-kedua karena mereka tidak lebih efektif, dan toksitasnya sering lebih serius ketimbang obat-obat lini pertama.
1. Amikacin diindikasikan untuk pengobatan suspected tuberculosis yang disebabkan oleh resistan streptomycin atau strain mycobakteria resistan multi-obat. Untuk menghindari munculnya resistansi, amikacin harus selalu dipakai bersama (dicampur) dengan regim obat lain.
2. Ciptofloxacin dan ofloxacin sering aktif melawan M. tuberculosis yang resistan terhadap obat lini-pertama. Fluoroquinolones harus selalu dipakai dalam regim campuran dengan dua agen aktif lain atau lebih.
3. Ethionamida adalah congener INH, tetapi resistansi-silang tidak terjadi. Kelemahan utama ethionamida adalah iritasi berat gastrointestinal dan efek-efek buruk neurologis pada dosis yang dibutuhkan untuk mencapai level plasma yang efektif.
4. Asam p-Aminosalicylic (PAS) jarang dipergunakan karena resistansi primer adalah lazim. Disamping itu, toksitasnya meliputi iritasi gastrointestinal, ulkerasi peptik, reaksi-reaksi hypersensitivitas, dan efek-efeknya pada ginjal, liver, dan fungsi thyroid.
5. Obat-obat lain terbatas dipakai karena toksitasnya meliputi capreomycin (ototoksitas, dysfungsi ginjal) dan cycloserine (neuropathy periperal, dysfungsi CNS).

Obat Leprosy
A. Sulfones : Depsone (diaminodiphenylsulfone) tetap merupakan obat paling aktif melawan M. leprae. Mekanisme aksi sulfones bisa meliputi penghambatan sintesis asam folic. Resistansi dapat berkembang, khususnya jika dosis rendah diberikan. Depsone dapat diberikan secara oral, berhasil dengan baik meresap dalam tissu, mengalami siklus enterohepatik, dan dieliminasi dalam urin, sebagian sebagai metabolite acetylated. Efek-efek buruknya meliputi iritasi gastrointestinal, demam, ruam-ruam kulit, dan methemoglinemia. Hemolysis bisa terjadi, khususnya pada pasien penderita defisiensi glucose-6-phosphate.
Acedapsone adalah bentuk dapsone repositoris yang memberikan konsentrasi plasma penghambat untuk beberapa bulan. Selain penggunaannya pada leprosy, depsone merupakan obat alternatif untuk pengobatan pneumonia Pneumocystis carinii pada pasien AIDS.

B. Agen (Obat) lain: Obat-obat alternatif untuk leprosy meliputi rifampin (lihat diatas) dan clofazimine. Clofazimine diberikan pada kasus resistansi dapsone atau intoleransi. Obat menyebabkan iritasi gastrointestnal dan kulit pucat (discoloration) yang menonjol.



Obat untuk Infeksi Mycobakteri Atipikal
Infeksi karena mycobakteri atipikal (misalnya, M. Marinum, M. Avium-intracellulare, M. Ulcerans), walaupun kadangkala asymtomatik, bisa diobati dengan obat-obat antimycobakteria yang diinginkan (misalnya, ethambutal, rifampin) atau dengan antibiotik lain (misalnya, erythromycin, amikacin).
M. avium complex (MAC) adalah penyebab infeksi yang tersebar luas pada pasien AIDS. Sekarang ini, clarithromycin atau azithromycin direkomendasikan untuk prophylaxis pad pasien penderita CD4 kurang dari 50/jtL. Pengobatan infeksi mAC membutuhkan kombinasi obat, satu regim utama yang terdiri dari azithromycin atau clarithromycin dengan enthambutol dan rifabutin, congener rifampin.

Daftar Obat
Obat-obat berikut adalah anggota penting gugus obat yang dibahas dalam bab ini. Prototype harus dipelajari secara rinci; agen (obat) lain yang signifikan harus dikenali menurut subkelas khususnya.






2.6
48 AGEN ANTIFUNGAL
Konsep infeksi jamur sangat sulit untuk diobati secara khusus pasa immunocompromise atau neutropenik pasien, pda kebanyakan jamur sangat resister pada konvensional antimikroba agen dan hanya beberapa obat yang dihargai untuk pengobatan dari penyakit sistemik jamur. Amphotericin B dan azoles (fluconazoles, itracozole, dan ketokonazole) adalah sangat berharga pada sistem infeksi dan sangat beracub selektifnya pada jamur karena mereka berinteraksi dengan ergosterol adalah sterol yang unik pada fungal sel manusia adalah kolesterol.
Obat untuk sistemik infeksi jamur
A. amphotericin B
1. klasifikasi dan farmakokinetik
amphotericin B adalah antibiotik polyene yang berelasi pada nistatin
2. Mekanisme aksi:aksi fungicidal dari amphotericin B karena efeknya pada permeabilitas dan transport properti dari membran jamur.
3. Penggunaan klinik : amphotericin B adalah sistemik mikosis dan sering digunakan untuk inisial induksi regimen prior untuk mengikuti pengobatan dengan azole.
4. Toksisitas
a. relasi infusi: pembalikan efek yang berelasi secara intravena, biasana termasuk demam, kejang otot, muntah-muntah dan syok seperti jatuh pada tekanan darah.
b. Dosis yang limitasi: amphotericin B mengurangi filtrasi glomeular dan menyebabkan renal tubular asidosis dengan magnesium dan potassium wasting
c. Neurotoksisitas: intratecal administrasi dari obat boleh menyebabkan kelelahan dan kerusakan syaraf neurologi.

B. Flucytosine (5fluorocytosine 5 fc)
1. klasifikasi dan farmakokinetik 5 FC adalah pyrimidine antimetabolit yang sangat berelasi pada obat antikanker 5 fluorouracil.
2. Mekanisme aksi: flucitosine diakumulasikan pada sel jamur dengan aksi dari membran permease dan dikonversikan dengan Cytosine deaminase pada 5 FU inhibitornya thymidylate sintase
3. Penggunaan klinik: antifungal spektrum dari 5 Fc adalah sempit sangat limitasi pada pengobatan kombinasi dengan amphotericin atau infeksi lain Crytococcus neofornes dan mungkin sistemik infeksi candidal.
4. Toksisitas: pada level plasma menyebabkan sumsum tulang yang reversibel, depresi, dan fungsi liver.

C. Azole antifungal agen

1. klasifikasi dan farmakokinetik: azole digunakan untuk sistemik mukosa termasuk ketoconazole, fluconazole, itraconazole dan voriconazole

2.mekanisme aksi azole turut campur dengan sel fungal membran permeabilitas dengan mencegah sintesis dari ergosterol
3. Penggunaan klinik
a. ketokonazole
b.fluconazol
c. itraconazole
d.voriconazole

4.toksisitas: pembalikan efek dari azoles termasuk muntah-muntah, diare, ruan kulit dan kadang-kadang hepatotoksik.

Sistemik obat untuk superficial infeksi jamur
a. griseofulvin
b. terbinafine
c. azoles


Obat topikal untuk superficial infeksi fungal disebabkan oleh candida albicans dan atophytes nystatin adalah polyene antibiotik, topikal lain dari antifungal termasuk azole ikatan miconazole dan clotricomazole dan monazole haloprogin , tolnaftate dan ondocylonik asam.



























2.7
49. antiviral kemoterapi dan profilaksis

Konsep: banyak pemggunaan dari agen antiviral mengatasi aksinya pada replikasi viral, keduanya pada tahap dari asam nukleus mensintesis tahap dari protein akhir sintesis dan prosesnya. Kebanyakan obat merupakan aktif terhadap virus herpes dan terhadap HIV adalah antimetabolit dengan strukturnya similar pada natural ikatan yang terjadi agar turut campur dengan viral asam nukleat sintesis atau akhir sintesis dari viral protein, antimetabolit harus dikonversi dengan bentuk aktif biasanya triphosphate derivate.
Sebagai contoh zidovudine (AZT) yang memahami proses posfrilasi dari sel induk pada sel host (indung kinase) yang membentuk nukleotida dianalogikan dengan apa yang mencegah DNA polimerase selektif toksisitas karena DNA viral polimerase adalah lebih sensitif pada inhibisi dari beberapa metabolisme yang merupakan mamalia polymerase. Acyclovir adalah lebih sensitif pada inhibisi dengan obat yang membutuhkan phosphorilasi hanya melalui sel host enzim. Penambahan ini sangat selektif sebagai bagian yang hasilnya untuk inisial fosporilasi dari acyclovir dengan viral thymidine kinase yang tidak ada pada sel yang tidak terinfeksi.
Limitasi dari monoterapi pengobatan pada HIV adalah stimulus umum untuk mengkombinasi antiviral kemoterapi.beberapa kombinasinya biasanya termasuk 2 nukleosida yang membalik transkriptase inhibitor (NRTIs) termasuk inhibitor dari HIV protease (PI). Pada kebanyakan kombinasi regimen sebuah nukleosida membalik transkriptase inhibitor dari HIV protease yang digunakabn pada tempat dari protease inhibitor. Peninggian aktif antiretroviral terapi (HAART) termasuk kombinasi obat yang dapat lambat dan membalik penambahan dari viral RNA yang mengisi pada normal progresi dari penyakit. Pada banyak AIDS pasien, HAART lambat dan membalik keputusan pada CD4 sel dan mengurangi insidensi dari oportunistik infeksi.

Obat antiherpes
A. Acyclovir (Acycloguanosine)
1. Mekanisme: sangat aktif terhadap HSV dan VZV virus.
2. Farmakokinetik: secara topikal, oral dan intravena.
3. Penggunaan klinik dan toksisitas : secara mukokutaneus dan genital herpes lesion dan untuk profilaksis pada AIDS dan immunokompromised pasien.
4. Acyclovir termasuk famciclovir, penciclovir,valacyclovir.

B. Foscarnet
1. Mekanisme: Foscarnet adalah phosphonoformate derivative yang tidak membutuhkan phosphorilasi untuk aktivitas antiviral
2. Farmakokinetik: secara intravena termasuk CNS.
3. penggunaan klinik dan toksisitas: untuk CMV ifeksi dan mempunyai aktivitas terhadap ganciclovir resisten strain untuk virus, efeknya pada keseimbangan elektrolit dan CNS efek.

C Ganciclovir
D Cidofovir
E. obat antiherpes lain
Yaitu
1. Vidarabine
2. sorivudine
3. idoxuridine dan trifluridine
4. fomivirsen

anti HIV agen nukleoside yang membalik trankriptase inhibitor yaitu
A. zidovudine
B. Didanosine
C. Zalcitabine
D. Lamivudine
E. Stavudine
F. Abacavir

Anti HIV agen nonnukleosida yang membalik transkriptase inhibitornya
A. mekanisme : NNRTIs yang menggabungkan pada situs pembalikan transkriptase yang berbeda pada situs penggabungan dari NRTIs .
B. Nevirapine: biasanya digunakan untuk alternative kombinasi regimen dan sangat efektif untuk mencegah HIV vertikal transmisi single dosis.
C. Delavirdine: metabolisme dengan CYP3A4 dan CYP2D6.
D. Efavirenz: NNRTI ditunjukkan pada efektif HIV pengobatan kombinasi dengan 2 NRTIs.

Anti-HIV agen protease inhibitor
a. Indinavir
b. Ritonavir
c. Protease inhibitor yang lain
Yaitu : Saquinavir,Nelfinavir,amprenavir
d. Efek pada karbohidrat dan metabolisme lipid

Antiviral agen:
1. Amantadine dan rimantadine
2. Oseltamivir dan zanamivir
3. interferons
4. Ribavirin
5. Topikal antiviral obat termasuk idoxuridine, cytarabine dan trifluorothymidine.










2.8
50. Antimikrobial agen dan urinari antiseptik
Antimikrobial agen
A. Metronidazole
1. mekanisme: derivative aktivitas terhadap protozoa dan bakteria.
2. Farmakokinetk: efektive secara oral dan memasuki CSF level pada darah
3. penggunaan klinik: antibakterial agen metronidazole aktivitasnya pada bakterioides dan clostridia.
4. Toksisitas: gastrointestinal iritasi, sakit kepala dan kolorasi urine

B. Mupirocin
1. Mekanisme: Mupirocin fermentasi produk dari pseudomonas fluorescen
2. Farmakokinetik dan penggunaan klinik: topikal
3. Toksisitas: ruam kulit, eritema dan dermatitis kontak.

C. Polymyxins
1. mekanisme: polymixin adalah polipeptida yang baktericidalnya terhadap gram negatif bakteria.
2. penggunaan klinik: toksisitas, polymiksin dibatasi pada terapi topikal
3. Toksisitas: paresthesias, ataxia, hematuria, proteinuria, nitrogen tretensi.

Antiseptik urinaria
Urinaria antiseptik adalah obat oral yang sering dikeluarkan ke urine dan beraksi untuk mensupres bakteriuria, kekurangan obat sistemik antibakterial efek tetapi sangat toksik, urinari antiseptik adalah sering diadministrasikan dengan asam agen karena pH yang pendek dari inhibitor yang tidak bergantung dari bakteria pertumbuhan pada urine.

A. Nitrofurantoin
B. Nalidixic acid
C. Methenamine

Disinfektan dan antiseptik
Walaupun term dari penggunaan sebuah disinfectan adalah ikatan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dan lingkungan dimana antiseptik yang satu digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteria yang tidak mempunyai selektive toksisitas , contohnya
a. Alkohol, aldehide dan asam: ethanol, isopropanol, formaldehide, asetik acid, salicil acid dan undcylenik asam pada pengobatan dermatopite infeksi.
b. Halogen: iodine tincture, hypochlorous asam dengan chlorine, halazone, dan chlorine, sodium hypoclorite
c. Agen oksidasi: Hidrogen peroksida, potassium permanganate.
d. Logam berat: Merkurisilver, thimerosal, merbromin, silver nitrate, silver sulfadiazine
E.Chlorinasi phenols: hexachlorphene, triclocarban, chlorhexidine, lindane

E. kationik permukaan: Benzalkonium chloride dan cetylpyridinium chloride
















2.9
51. Penggunaan klinik antimikrobial

Konsep:
A. garis besar dari antimikrobial terapy: hasilnya pada tes laboratorium dianalisa, dibuat mikrobiologik diagnosis dari infeksi mikrobial, menentukan pengobatandan test, menseleksi obat optimal untuk obat.
B. Prinsip dari antimikrobial terapi

1. tes perkiraan : sesuai dengan MIC
2. konsentrasi obat pada darah
3. serum baktericidal titer
4. rute administrasi
5. memonitoring terapeutik response
6. kegagalan penggunaan klinik dan antimikrobial terapi

C. Faktor yang mempengaruhi penggunaan obat antimikrobial
1. Baktericidal termasuk bakteriostatik aksi
2.Eliminasi obat mekanisme
3.Kehamilan dan neonasi
4. Interaksi obat: interaksi termasuk nephrotoksisitas dan ototoksisitas yang diberikan dengan loop diuretik, vancomycin atau cysplatin.

D. Antimikrobial kombinasi obat
1. situasi gawat darurat
2.Untuk menghambat resistensi
3.Infeksi yang tercampur
4. untuk menerima sinergis efek yaitu: sequential blokade, blokade dari inaktivasi obat enzim, memasuki pengambilan obat.

E. Antimikrobial kemoprophylaxis
1. pada spesifik patogen
2.Tidak ada resistensi
3. prophylaktik obat untuk durasi limitasi
4. terapuetik konvensional dosis
5, prophylaxis



























3.0
52. Basis prinsipel dari antiparasitik kemoterapi

Rasional antiparasit yang terjadi pada kemoterapi alat-alatnya berbasis prinsipel pada toksisitas selektive, yang mana mencegah biokemikal dan perbedaan fisiologik antara parasit dan sel host. Banyak antiparasit agen pada enzim target adalah sangat unik pada parasit, obat lain dan obat yang berafek selular fungsinyabiasanya pada kedua indung, dan sel parasit.

A. mekanisme termasuk enzim yang unik pada parasit: ditemukan pada sel host/inang
yaitu:
1. dihydropteroate sintase
2. Piruvat ferredoksin oxidoreduktase
3. bukleosida phosphotransferase
4. trypanothione reduktase.

B. mekanisme yang termasuk enzim pada parasit:
1. Purine phosphoribosyl transferase: Allopurinol
2. Ornithine decarboxylase: DFMO
3. Glycolytic enzim:salicylhydroxiamid acid, suramin

C. mekanisme yang termasuk fugsi yang biasa dipunyai pada sel indung parasit
1. Dihydrofolate reduktase: pyrimethamine
2. Thiamin transpoter: amprolium
3. Mithochondrial elektron transpoter: 4-hydroxyquinolone
4. Mikrotubula: terdiri dari cytoskeleton dan mitotik gelembung terdiri dari tubulin polimer.
5. Neurotransmission dan kontraksi otot: contoh obatnya levamisole, pyrantel pamoate, piperazine (GABA), milbemycin, avermectin, praziquantel.




























3.1
53. OBAT ANTIPROTOZOAL

Konsep:
Obat untuk malaria:
Parasit dari malaria mempunyai kompleks kehidupan yang aksinya pada beberapa poin. Plasmodium yang spesiesnya menginfeksi manusia yaitu (p falciparum, p malarae, p ovale, p vivax) yang disebarkan melalui wanita pada tahap primer dari jaringan primer fasenya. Mereka dapat memasuki darah dan parasit eritrosit (eritrosit fase). P falciparum dan p malariae hanya mempunyai satu siklus dari sel hati yang mengalami invasi. Hal itu setelah multiplikasi yang disebut eritrosit, spesies yang lain yang mempunyai dormant tahap hepatik yang mana disebut hypnozoites) yang sangat responsibel untuk infeksi tertentu yang melepas setelah penyembuhan dari sel host untuk infeksi inisial.
Schizon pada hati segera adalah infeksi yang mana merupakan schizontisida darah membunuh bentuk parasit ini hanya pada gamet di darah, obat juga menghancurkan exoerythrocytik pada hati skizon dapat menyebabkan pelepasan demam malaria (sporontisida) mencegah sporogoni dan multiplikasi dari nyamuk.

A. Chloroquine
B. Quinine
C. Mefloquine
D. Primaquine
E. Obat antifolat

Obat untuk Amebiasis
Jaringan amebicids (chloroquine, emetins, metronidazole) beraksi sebagai organisme pada usus dan hati luminal amebicida (diloxanide furoate, iodoquinol,paramomycin) beraksi hanya pada lumen dari usus. Pemilihan dari ketergantungan obat bergantung pada bentuk dari amebiasis untuk asymptomatik, diloxanine furoate atau iodoquinol. Regimennya adalah chloroquine yang direkomendasikan pada abses hati amebik yaitu obat-obatnya:
A. diloxanide furoate
B. emetines
C. iodoqiunol
D. metronidazol
E. paromomycin

Obat-obat untuk pneumocytosis dan toxoplasmosis
A. pentamidine
B. Trimethoprim sulfamethoxazole
C. Antifols (pyrimethamine dan sulfonamida)
D. Atovaquone
E. Agen leucovorin

Obat untuk trypanosomiasis:
A. pentamidine
B. melarsoprol
C. nifurtimox
D. suramin

Obat untuk leishmaniasis
Dari kutaneus dan mukokutaneus lesi dengan demam yaitu sodium stibogluconate. , penthamidine, metronidazole, amphotericin B









3.2
54 OBAT ANTHELMINTIC

Konsep: Obat anthelmintik merupakan struktur kemikal pada mekanisme aksi dan propertisnya. Kebanyakan ditemukan pada emphirik screening metoda, terhadap spesifik parasit dan beberapa mencegah signifikant toksisitas pada sel host. Sebagai penambahan pada toksisitas langsung dari obat, reaksi pada kematian dan parasit yang mati boleh menyebabkan toksisitas yang serius pada pasien, dimana dibagi menjadi 3 grup pada basis tipe dari helminth primarily afeksinya pada (nematoda, trematoda dan cestoda)

Obat yang beraksi terhadap nematoda
Secara medis sangat penting pada nematoda intestinal yang responsive pada terapi obat termasuk enterobius vermicularis, trichuris trichiuria, ascaris lumbricoides, ancyclostoma, strongyloides stercoralis diestimasi oleh infeksi intestinal nematoda.
Obatnya antara lain:
A. albendazole
B. diethylcarbamazine
C. ivermectin
D. mebendazole
E. piperazine
F. pyrantel pamoate
G. thiabendazole

Obat yang beraksi terhadap Trematoda
a. praziquantel
b. bithionol
c. metrifonate
d. oxamniquine

Obat yang beraksi terhadap cestoda
Yaitu niclosamide.
3.3
55. Kemoterapi kanker

Pengobatan dari kanker membutuhkan banyak tipe yang berbeda pada obat pada beberapa target yang berbeda

Kanker sel pada roda kinetik
b. sel roda kinetik: populasi sel kanker kinetik dan kanker sel yang roda sangat penting determinanya pada aksi dan penggunaan klinik dari obat antikanker. Banyak obat antikanker beraksi sangat spesifik terutama pada sel tumor yang berjalan pada perputaran. Roda sel yang spesifik CCS dan lainnya (roda sel ccs obat yang biasanya lebih aktif pada spesifik fase dari roda sel dan ccs obat yang secara faktanya sangat efektif ketika proporsi sangat luas pada sel sel tumor yang mengalami proliferasi ketika pertumbuhan dari fraksi sangat tinggi.
c. Hipotesa log-kill: cytotoxic obat eraksi dengan kinetik pemesanan yang pertam, diberi sebuah dosis yang mebunuh sebuah proporsi yang konstan dari populasi sel yang lebih dari sel yang jumlah sel yang konstan. Log-kill hipotesis ditujukan pada besarnya sel tumor dibunuh oleh obat anti kanker adalah fungsi logaritmik. Banyaknya dosis yang sama dikurangi dengan banyaknya jumlah sel oleh 3 besarnya pemesanan.
d. Resistensi pada obat antikanker: obatnya sangat resistensi dengan problem yang utama pada kanker kemoterapi . mekanisme dari resistensi termasuk keterangan dibawah ini.

1. Penambahan perbaikan DNA: sebuah penambahan dari rating DNA yang diperbaiki pada sel tumor dapat sangat bertanggung jawab untuk kelangsungan dan sangat penting pada kasus dari kebanyakan alkilating agen dan cisplatin.
2. formasi dari agen yang terperangkap: kebanyakan sel tumor bertambah pada produksinya dari thiol yang ditangkap oleh agen agen (glutathione) yang mana berinteraksi dengan obat antikanker yang reactive untuk spesies dari elektrophilic. Mekanisme ini sangat resis ten terlihat dengan alkylating akting bleomycin, cisplatin dan anthracyclines
3. perubahan pada target enzym
perubahan pada sensitivitas dari sebuah target enzym, dihydrofolate eduktase dan penamahan sintesis dari enzim adalah mekanisme resistesi dari tumor sel pada methrotrexate.
4. pengurangan aktivasi dari obat awal adalah resistensi dari antimetabolite (mercaptopurine thioguanine) dan pyrimidine antimetabolite (cytarabine, fluorouracil) dapat menghasilkan dari pengurangan aktivitas pada sel tumor resistensi pada kebanyakan purine dan piyrimidine anti metabolite
5. inaktivasi dari obat antikanker: penambahan aktivitas dari enzi dapat untu mengaktivasi obat antikanker dan mekanisme dari sel tumor resistensi pada kenanyakan purine dan pyrimidine antimetabolites.
6. pengurangan akumulasi obat: bentuk dari multi obat resistensi termasuk penambahan ekspresi dari gen normal (MDRI gen) untuk sebuah permukaan sel glycoprotein (p-glycoprotein)transportasi molekul ini termasuk pada pengeluaran akselerasi dari banyak obat antikanker pada resistensi sel.

Alkylating agen

Alkilating agen termasuk nitrogen mustard (chloramucil,cyclophosphamide, mechlorethamine), nitrosurea (carmustine (BCNU),lomustine (CCNU) dan alkylsulfonates (busulfan) obat-obat lain yang beraksi pada bagian dari alkilating agen termasuk cisplatin, dacarbazin procarbazine. Alkylating agen adalah CCNS obat. Mereka membentuk reaktive dari molekuler spesies yang alkylating nucleophilik grup pada DNA basis, secara partikular terdiri dari N-7 posisi dari guanine. Ini memimpin pada basis, abnormal basis memperbaiki , dan DNA strand memutus rantai umur, sel tumor sangat resisten pada obat yang terjadi melalui pertambahan dari perbaikan DNA, mengurangi permeabilitas obat , atau produksi dari trapping agen seperti thiols.

A.Cyclophosphamide:
1. pharmakokinetik: sitokrom hepatik dari P450 bermediasi pada biotransformasi dari cyclophosphamide yang dibutuhkan pada aktivitas antitumor. Satu dari pemecahan produk adalah acrolein.
2. penggunaan klinik: penggunaan dari cyclophosphamide termasuk non-hodkin limfoma, payudara dan ovarian kanker dan neuroblastoma.
3. Toksisitas: gastrointestinal adalah keadaan yang sangat berbahaya, myelosuppresion dan alopecia dan pembalikan yang diinginkan efeknya. Hemorrhagik cistitis karena formasi dari acrolen boleh dikurangi oleh hidrasi yang hebat dan dengan penggunaan dari mercaptoethanesulfonate (mesna). Cyclophosphamide boleh juga menyebabkan kardiak disfungsi, toksisitas pulmonar dan sebuah sindrom dari ketidaksesuaian sekresi ADH.

B. Mechloretamine:
1. Mechanisme dan farmakokinetik : mechloretamine secara spontan membagi badan pada reaktive sitotoksik produk
2. Penggunaan klinik: mechloretamine adalah yang terbaik digunakan pada MOPP regimen untuk penyakit hodgkin.
3. Toksisitas : penggunaan gastrointestinal yang berlebih, myelosupresi dan alopecia adalah biasa, mechloretamine ditandai sebagai aksi yang penting

C. Carmustin (BCNU) dan lomustin (CCNU)
1. Farmakokinetik: BCNU dan CCNU adalah nitrourea dengan lipofilik yang tinggi dan berfasilitasi pemasukkan dari CNS
2. penggunaan secara klinik: BCNU dan CCNU digunakan untuk menamah pengobatan pada tumor otak.
3. toksisitas: efek yang merugikan termasuk gastrointestinal yang berlebihan, melosupresi dan CNS disfungsi.

D. Ciplatin dan Carboplatin
1. farmakokinetik: Cisplatin digunakan secara intravena, obat yang didistribusikan pada kebanyakan jaringan dan dibersihkan tanpa perubahan oleh ginjal.
2. penggunaan klinik: Cisplatin biasanya digunakan sebagai komponen dari regimen untuk testicular karsinoma untuk kanker dan bladder, paru-paru dan ovarium. Carboplatin mempunyai penggunaan yang sama.
3. Toksisitas: Cisplatin menyebabkan gastrointestinal yang berlebihan dan toksisitas hematopoietin yang ringan dan ini ada toksisitas syaraf (perifer neuritis dan kerusakan syaraf akustik) dan nephrotoksik. Kerusakan renalis boleh dikurangi dengan penggunaan mannitol yang dipaksa dengan hydrasi. Carboplatin adalah nephrotoksik yang kurang lebih dari cisplatin dan sangat kurang diskai sehingga menyebabkan kehilangan rambut, tetapi hal tersebut mempunyai aksi myelosupresi aksi.

E.Procarbazin:
1. mekanisme: Procarbazin adalah merupakan agen yang reaktif yang membentuk hydrogen peroxide, yang mana membangkitkan radikal bebas yang menyebabkan DNA strand.
2. farmakokinetik: procarbazine sangat aktif secara oral dan mempenetrasi pada kebanyakan jaringan termasuk cairan cerebrospinal yang dieliminasi melalui metabolisme hepatik.
3. penggunaan klinik: penggunaan utama pada obat yang komponennya dari MOPP regimen untuk penyakit Hodgkin
4. toksisitas: proarbazine adalah myelosupresi yang menyebabkan gastrointestinal iritasi, CNS disfungsi, perifer neuropathy dan reaksi kulit. Procarbazine mencegah banyak enzim termasuk MAO dan itu yang termasuk pada oat metabolisme hepatik. Disulfiram yang disukai reaksinya terjadi dengan ethanol adalah obat yang leukemogenik.

F. agen alkylating yang lain: busulfan kadang-kadang digunakan pada penggunaan myelogenous leukemia kronik. Yang menyebabkan insufisiensi adrenal, fibrosis pulmonary dan pigmentasi kulit. Dacarbazin digunakan pada penyakit Hodgkin yang merupakan bagian dari regimen ABVD. Yang menyebabkan alopecia, kruam pada kulit, gastrointestinal yang berlebihan, myelosupresi, phototoksisitas dan sindrom seperti flu.

Antimetabolit-antimetabolit
Antimetabolit yang similr secara struktural pada ikatan endogen dan yang antagonist adalah asam folic (methotrexate), purines (mercaptopurine,thioguanine) atau pyrimidine (fluorouracil, cytarabine), antimetabolite antimetabolit adalah obat CCS yang secara primer pada fase S dari siklus sel. Mereka mempunyai aksi pada DNA jalur sintetik. Pada penambahan sitoktoksik efek pada sel neoplastik. Antimetabolitnya juga mempunyai aksi immunospresi. Kebanyakan penggunaan dari antimetabolit pada penyakit neoplastik.

A.Methotrexate:
1. Mekanisme aksi dari resistensi: methotrexate adalah sebuah substrat untuk dan inhibisi dari dihydrofolate reduktase. Aksi ini memimpin pada pengurangan sintesis dari thymidylate, yaitu purine nucleotida, dan asam amino dan apa yang demikian tercampur dengan asam nukleat dan metabolisme protein. Formasi dari derivat polyglutamate derivative adalah methotrexate yang muncul untuk menjadi aksi cytotoxic yang sangat penting. Sel tumor sangat resisten pada mekanisme termasuk pengurangan dari akumulasi obat, perubahan pada sensitivitas obat atau aktivitasnya dari dihydrofolate reductase dan pengurangan dari formasi polyglutamat.
2. Farmakokinetik: Oral dan intravena administrasinya dari methotrexate menghasilkan jaringan pada istribusinya kecuali pada CNS. Methotrrexate tidak dimetabolisasi, dan itu dibersihkan dan tidak bergantung pada pembersihan fungsi renal. Hidrasi cukup memadai yang dibutuhkan untuk mencegah crystallization pada tubula renalis.
3. penggunaan klinik: Methotrexate adalah efektif choriocarcinoma, akut leukemia, non hodgkin dan kutaneus T sel lymphoma dan kanker payudara. Methotrexate digunakan juga pada rheumatoid arthritis dan psoriasi
4. toksisitas: sebagai efek yanag biasa termasuk sumsum tulang supresi dan efek toksik pada kulit dan gastrointestinal mucosa (mukositis). Efek toksik dari methrotexate adalah sel normal yang boleh dikurangi dengan administrasi dari asam folinic (leucovorin). Strategi ini disebut penyelamatan leucovorin. Penggunaan yang lama dari methotrexate memimpin pada hepar toksisitas dan pada infiltrasi pulmonal dan fibrosisnya, salisilat, NSAIDs, sulfonamides, dan sulfonylureas mempertinggi toksisitas dari methotrexate.

B. Mercaptopurine (6-MP) dan Thioguanine (6TG)
1. Mekanisme aksi dan resistensinya: Mercaptopurine dan Thioguanine adalah purine antimetabolit . Keduanya adalah obat yang diaktivasi denan hypoxanthine-guanine. Phosphoribosyltransferase (HGPRTase) pada nucleotida yang sitotoksik yang mencegah beberapa mekanisme dari enzim yang memasuki purine metabolism. Resistensi sel tumor yang sudah dikurangi aktivitasya oleh (HGPRT ase, atau mereka boleh menambah pada produksinya dari alkaline phosphatase yang mengaktivasi toksik nukleotida.
2. Farmakokinetik: Mercaptopurine dan Thioguanine mempunyai boavaibilitas oral yang disebabkan metabolisme lintas pertama dengan enzim hepatik. Metabolisme ini adalah 6- MP oleh xanthine oksidase yang diinhibisi oleh allopuroinol.
3. Pengunaan klinik: purine antimetabolite digunakan terutama pada akut leukemia dan chronik myelocytic leukemia.
4. Toksisitas: pada sumsum tulang supresi mencapai dosis limit tetapi disfungs dari hepatic juga terjadi (Cholestasis, jaundice,nekrosis).

C. Cytarabine (Ara-C):
1. Mekanisme aksi dan resisteni: Cytarabine( Cytosine arabinoside) adalah pyrimidine antimetabolit. Obat yang diaktivasi oleh kinase pada AraCTP, sebuah inhibitor dari DNA polimerase. Semua antimetabolite, cytarabine adalah yang paling spesifik untuk S fase dari sel tumor. Resistensi pada cytarabine dapat terjadi sebagai hasil dari pengurangan atau pengambilan conversinya pada AraCTP.
2. Pharmakokinetiks: Obat yang digunakab secara parenteral dan intravena yang pendek pemasukannya bleh mencapai level yang lumayan dari cerebrospinal cairan. Ara-C ieliminasi via metabolisme hepatik.
3. penggunaan klinik: Cytarabine adalah yang penting pada regimen untuk pengobatan dari akut leukemia.
4. Toksisitas: Ara-C menyebabkan gastrointestinal iritasi dan myelosupresi. Peninggian dosis memimpin pada neurotoksisitas dari cerebral fungsi dan perifer neuritis.

D. Fluorouracil (5-Fu):
1. Mekanismenya: fluorouracil dibiotransformasi pada % fluoro 2 deoxyuridie 5 monophosphate (5-Fdump) yang mana mencegah thymidylate sintesis dan memimpin pada kematian thymineless dari sel. Tumor sel sangat resisten mekanismenya termasuk pengurangan aktivasi dari %fu , ditambahkan pada thymidylate sintesis aktvitas dan mengurangi sensitivitas obat dari enzim ini.
2. farmakokinetik: ketika diberi secara intravena, fluorouracil secara lebar ddistribusikan termasuk pada cairan cerebrospinal. Eliminasi dari metabolisme yang pertama.
3. Penggunaan klinik: fluorouracil digunakan pada kantun kemih, payudara dan usus besar, kepala, leher yang biasa digunakan secara topical untuk keratose dan sel basal superfisial karsinoma.
4. Toksisitas: gastrointestinal yang berlebihan, myelosupresi dan alopecia adalah yang biasa.

Alkaloid Plant

Ynag paling penting pada CCS obat adalah Vinca alkaloids (vinblastine, vincristine), podophylotoksin (etoposide, teniposide) dan taxanes (paclitaxel, dicetaxel).

A.vinblistine dan Vincristine
1. mekanismenya: Vinblistine dan vincristine adalah rancun gabungan yang mana mencegah pertemuan dari tubulin dimer pada microtubula, memblok formasi dari mitotik spindle. Mereka beraksi secara primer pada fase M dari kanker litik sel. Resistensi boleh terjadi dari penambahan pengeluaran dari oat dari tumor sel melalui tranporter membran obat.
2. Farmakokinetik: keduanya obat boleh diberi secara parenteral, mereka mempenentrasi kebanyakan jaringan kecuali cairan cerebrospinal. Keduanya telah dibersihkan secara utama melalui ekstresi biliar.
3. penggunaan klinik: Vincristine adalah componen dari MOPP dan COP kombinasi obat regimennya digunakan pada akut leukemia, lympoma, wilms tumor dan choriocarcinoma. Vinblastin adalah komponen dari ABVD regimen untuk penyakit Hodgkin dan digunakan untuk lymphoma yang lain, neuroblastoma, testicular carsinoma dan kaposi’s sarcoma.
4. Toksisitas: Vinblastine menyebabkan myelosupresi yang serius tetapi mempunyai neurotoksik akssi dan bolh menyebabkan areflexia, perifer neuritis dan paralytic ileus.

B. Etoposide dan teniposide
1. Mekanisme: Etoposide menambah degradasi dari DNA, yang sangat mungkin melalui VIA interaksi dengan topoisomerase II yang juga mencegah mitokondria transport elektron. Obat yang kebanyakan aktif pada s akhir dan dan G2 yang pertama muncul pada fase dari litik sel. Teniposide adalah sebuah analog dengan pharmakologik karakteristik yang sama.
2. Farmakokinetik: etoposide yang diabsorbsi dengan baik setelah administrasi oral dan didistribusi pada kebanyakan jaringan. Eliminasi dari etoposide terutama melalui ginjal, dan dosis sari reduksinya harus dibuat pada pasien dengan perbaikan ginjal.
3. Penggunaan klinik: beberapa agen digunakan pada kombinasi dari obat dan regimen untuk terapi dari paru-paru (sel kecil), prostat dan carcinoma testicular.
4. toksisitas: etoposide dan tenoposide adalah gastrointestinal iritan dan menyebabkan alopecia dan sumsum tulang supresi.

D.Paclitaxel dan docetaxel
1. Mekanisme: Paclitaxel dan docetaxel adalah racun spindel dan yang beraksi dengan berbeda dari vinca alkaloid yang mencegah microtuba pada pertemuan di monomer tubulin.
2. Farmakokinetik: Paclitaxel dan docetaxel diberikan secara intravena.
3. Penggunaan klinik: Taxane digunakan pada tingkat lebih tinggi dari kanker payudara dan kanker ovarian.
4. Toksisitas: Paclitaxel digunakan menyebabkan neutropenia, thrombocytopenia dan insiden tertinggi dari perifer neuropathy dan kemungkinan hipersensitivitas reaksi selama diinfus. Docetaxel menyebabkan neurotoksisitas dan sumsum tulang depresi.

Antibiotik-antibiotik

Kategori dari antineoplastik obat dibuat untuk beberapa struktur yang tidak sama pada agen-agen, termasuk doxorubicin, daunorubicin, bleomycin, dactinomycin, mitomycin dan mithramycin.

A.doxorubicin dan daunorubicin:
1. mekanisme-mekanisme: Anthracycline ini dapat berinteraksi antara pasangan basis yang mencegah topoisomerase 2 dan menyebabkan radikal bebas. Mereka memblok sintesis dari RNA dan DNA yang menyebabkan DNA strand. Membran yang mengalami disrupsi juga terjadi antracyclineine adalah CCNS obat.

2.Farmakokinetik: Doxorubicin dan daunorubicin boleh diberikan secara intravena. Mereka dimetabolisme di hati dan produksi-produksinya dieksresi pada kantung empedu dan urine (berwarna merah bukan hematuria).
3. Penggunaan klinik: Doxorubicin adalah komponen dari ABVD regimen yang digunakan pada pengobatan dari myelomas, sarcoma dan payudara, endometrium, paru-paru, dan ovarium juga kanker thyroid, penggunaan utama dari daunorubicin adalah pada penggunaan dari akut leukemia yang dibuktikan untuk penggunaan pada akut myelogenase leukemia.
4. leukemia: keduanya obat menyebabkan sumsum tulang supresi, gastrointestinal yang berlebihan dan alopecia yang berat. Kebanyakan dari mereka adalah efek khusus yang merugikan dari cardiotoksisitas yang mana termasuk inisial electrocardio grafik abnormalitas (dengan kemungkinan dari arrythmia) yang dengan lambat berkembangnya kardiomyopathy dan gagal jantung kongestif. Dexarozane adalah radikal bebas yang diburu boleh untuk melindungi terhadap toksisitas dari jantung . Formulasi liposomal dari doxorubicin boleh sedikit sekali toksisitas cardionya.

C. Bleomcin
Blemycin adalah percampuran dari glycopeptida yang mengontrol radikal bebas yang mana bergabung dengan DNA menyebabkan putusnya DNA dan menghambat sintesis DNA. Bleomycin adalah sebuah obat CCS yang aktif pada fase G2 dari sel-sel tumor.

Farmakokinetik: Bleomycin juga digunakan secara parenteral dan diinaktivasikan secara parenteral dan diinaktivasi dari amino peptidase tetapi kebanyakan pembersihan yang lengkap dari obat juga terjadi.

Penggunaan klinik: Bleomycin adalah komponen dari regimen obat untuk penyakit hodgkin dan kanker testicular. Itu juga digunakan untuk pengobatan dari lymphoma dan untuk sel squamosa kanker.

Toksisitas: toksisitasnya dari bleomycin termasuk disfungsi pulmonar( Pneumonitis, fibrosis) yang mana mengembangkan lambatnya dan limitnya dosis. Hipersensitivitas reaksi (panas dingin, anaphylaxis) adalah hal yang biasa, banyaknya reaksi dari mukokutans (alopecia, blister, formasi dan hyperkeratosis).

C.dactinomycin
1. mekanisme dan farmakokinetik: Dactinomycin adalah CCNS obat yang menggabungkan double strand DNA dan mencegah bergantungnya DNA pada sintesis RNA, Dactinomycin boleh diberikan secara parenteral dan keduanya merupakan obat lengkap dan metabolit-metabolitnya dieksresikan melalui kantung empedu.
2. penggunaan klinik : Dactinomycin digunakan pada melanoma dan tumor wilms.
3. Toksisitas : Obat ini mengunakan supresi dari sumsum tulang, reaksi kulit dan iritasi gastrointestinal.

D.Mitomycin
1. Mekanisme dan farmakokinetik:
Mitomycin adalah sebuah CCNS obat yang dimetabolisme dengan enzim-enzim hati untuk membentuk alkylating agen yang berhubungan dengan link-link DNA. Mitomycin diberikan secara intravena dan cepat melalui hepatik metabolisme.
2. Penggunaan klinik: mytomicin beraksi terhadap hypoxic sel-sel tumor dan digunakan untuk kombinasi regimen pada adenocarcinoma pada cervix, lambung pankreas dan paru-paru.
3. toksisitas: Mitomycin menyebabkan myelosupresi yang berat dan tokssitas pada jantung, hati dan paru-paru juga ginjal.

Hormonal dan antikanker:
A Glukokortikoid : Prednison adalah kebanyakan digunakan pada glukokortikoid pada kanker kemoterapi, steroid mempunyai aplikasi pada regimen obat untuk akut dan khronik limfositik leukemia pada penyakit hodgkin (MOPP regimen) dan limfoma lainnya. Toksisitas digambarkan pada bagian 39.
B. Hormon sex: Estrogen, progestin dan androgen digunakan pada banyak hormon yang bergantung pada kanker untuk merubah keseimbangan hormon. Fluoxymesterone dan androgenik steroid, boleh digunakan pada wanita dengan kanker payudara pada tingkat lanjut, estrogenik steroid (misalnya diestillbestrol) adalah kadang-kadang digunakan pada pria dengan karsinoma prostat.
C. hormon antagonist gonad:
Tamoxifen adalah sebuah estrogen dengan reseptor bagian dari agonist, memblok penggabungan dari estrogen pada reseptor dari estrogen sensitive kanker, sel pada jaringan payudara, obat-obat yang digunakan pada reseptor positif kanker payudara dan boleh mempunyai efek yang preventif pada wanita pada kerugian dari kanker payudara. Tamoxifen mempunyai aktivitas pada resistensi dari progestin , endometrial carsinoma tetapi boleh menjadi estrogen aktif reseptor pada sel endometrial untuk menyebabkan hyperplastik dan neoplasia. Toksisitasnya termasuk pusing, mual dan muntah-muntah, panas tinggi , perdarahan pada vagina, hypercalcemia dan disfungsi dari ocular juga edema perifer. Tamoxifen adalah estrogen reseptor antagonist terbaru yang digunakan pada tingkat lebih lanjut dari kanker payudara. Flutamida adalah sebuah androgen reseptor antagonist yang digunakan pada karsinoma prostat efek yang berlebihan termasuk gynecomastia, panas badan dan disfungsi hepatik.
D. Gonadotropin: Pelepasan hormon analognya dengan leuprolide, gosereli dan nafarelin adalah GnRh agonist ketika diadministrasikan pada dosis hormon juga untuk menjaga stabilitas pada beberapa level. Mereka mencegah pelepasan dari pituitari LH dan FSH. Mereka adalah agen yang efektif sebagai diethyestrolbestrol pada carsinoma prostat dan menyebabkan beberapa efek lanjut, leucoprolide boleh menyebabkan sakit tulang, gynecomastia, hematuria, impotence dan atrofi testicular.
E. Inhibisi aromatase: Anastrozole dan letrozole mencegah aromatase enzim yang mengkatalisa konversi dari androstenedione (sebuah androgenik prekursor) pada esterone ( sebuah estrogenik hormon) keduanya adalah obat yang digunakan pada kanker payudara pada tingkat lanjut. Toksisitas termasuk mual, muntah, diare, panas dingin , sakit tulang dan punggung dyspnea dan perifer edema.

Bermacam-macam agen antikanker
A.Asparaginase adalah enzim yang menghabiskan serum asparaginase, itu digunakan pada pengobatan dari sel T auxotrofik kanker (leukemia dan Lymphoma) yang membutuhkan eksogen asparaginase untuk pertumbuhan. Asparaginase diberikan secara intravena dan boleh menyebabkan hipersensitivitas reaksi yang berat akut pankreatitis dan perdarahan.
B. Mitoxantone: ini adalah ikatan antrasit yang mungkin beraksi melalui DNA basis alkilasi Mitoxantrone digunakan sebagai kombinasi regimen untuk refrakter akut leukemia daripada kanker payudara. Myelosupresi, efek gastrointestinal dan cardiak arrythmia adalah efek toksik dari obat.
C. interferon-Interferon: Interferon adalah glycoprotein dengan antineoplastik, immunosupresive dan aksi antiviral, alpha interferon adalah sangat efektif terhadap banyak macam dari neoplasma termasuk sel leukemia berambut pada tingkat awal dari myelogenous kronik leukemia dan sel T Lymphoma efek toksik dari interferon termasuk myelosupresi dan disfungsi neurologik.
D. antibodi Monoclonal:
Rituximab adalah antibodi monoclonal pada permukaan protein berupa nonhodgkin sel lymphoma ini dihadirkan dengan pengunaan dari konvensional obat antikanker (misalnya cycclophosphamide termasuk vincristine prednisone) pada tingkat rendah dari lymphoma. Transzumab adalah sebuah antibody monoclonal pada pmukaan protein pada kanker payudara yang lebih cepat proteinnya toksisitas akut dari antibodi antibodi ini termasuk mual, muntah, panas dingin dan sakit kepala rituximab digunakan berasosiasi dengn hipersensitivitas aksi dari myelosupresi, transzumab boleh menyebabkan fungsi jantng, termasuk kegagalan fungsi jantung.

Strategi pada kemoterapi kaker
A.Prinsip dari terapi kombinasi: kemoterapi dengan antikanker kombinasi dari obat biasanya bertambah ditandai dengan log kill (angka mati log) pada beberapa kasus sinergis efek yang diterima, kombinasinya adalah sering sitoktoksik, pada populasi heteregenous dari sel-sel kanker dan boleh untuk mencegah perkembangan dari clone yang resisten kombinasi dari obat menggunakan CCS dan CCNS obat boleh mengalami sitotoksik membagi dan mengistirahatkan sel kanker, prinsip-prinsip yang terdapat sangat penting untuk menyeleksi obat-obat yang sesuai untuk penggunaan pada terapi kombinasi.
1. Beberapa obat boleh aktif ketika digunakan sendiri terhadap kanker tertentu.
2. Obat-obat sehausnya mempunyai mekanisme aksi yang berbeda.
3. Resistensi silang antara obat-obat seharusnya minimal.
4. Obat-obat seharusnya mempunyai efek toksik.

B.Contohnya dari terapi kombinasi
1. Penyakit Hodgkin
a. MOPP regimen (Mechloretthamine, onclovin (vincristine) procarbazine dan prednisone. Regimen ini sangat aktif dan tetap digunakan dalam tahap pengobatan. 3 dan 4 dari penyakit untuk beberapa tahun dan ini ditempatkan untuk terapi inisial dengan ABVD inisial dengan ABVD regimen.
b. ABVD regimen, adriamycin (doxorubicin), bleomycin, vinblistine dan dacarbazine . ABVD regimen adalah sama efektif dan muncul untuk lebih disukai daripada MOPP regimen yang menyebabkan sterilitas dan leukemia ganas kedua. Jika neoplasma menjadi resisten MOPP regimen boleh dialternasikan dengan ABVD regimen.
2. Penyakit nonhodgkin’s lympoma: COP regimen yang mana termasuk cyclophosphamide , oncovin (vincristine) dan prednison biasanya digunakan dengan atau tanpa doxorubicin (COP-D)
3. Carcinoma testicular : PV regimen yang mana termasuk platinol (Cisplatin), Vinblastin dan bleomycin adalah pengobatan orginal sebuah perkenalan dari regimen tertentu (PFB) yang mana vinblastin dtempatkan dengan etoposide adalah sama efeknya dan dapat ditoleransi jadi hal tersebut dapat diketahui.
4. Kanker payudara
Postoperative kemoterapi yang biasanya termasuk digunakan dari CMF regimen fluorouracil. (Cyclophosphamide, methotrexate dan fluorouracil) dengan atau tanpa tamoxifen (atau toremifene) ditambahkan pada beberapa regimen untuk reseptor positif kanker dan transzumab boleh termasuk jika tumor-tumor lebih diekspresikan dengan protein.
Penambahan strategi untuk kemoterapi kanker
1.detak terapi
Termasuk pengobatan yang sebentar dengan dosis-dosis tinggi dari obat anti kanker dosisinya lebih toksik dan digunakan dengan lanjut pada intensive pengobatan setiap 3-4 minggu mengikuti maximum efek pada sel neoplastik dengan hematologik dan imunologik, penyembuhan antara waktu. Tipe ini merupakan penggunaan yang sukses pada terapi dari leukemia akut testikular karsinoma dan tumor wilm’s
2.penggunaan dan sinkronisasi: strategi dari penggunaan termasuk penggunaan inisial dari sebuah CCNS obat untuk menerima angka mati dari yang penting yang mana hasilnya pada kebutuhan di sel divisi yang sebelumnya adalah sel yang
istrahat pada G fase dari siklus sel dengan subsequent administrasi dari sebuah CCS obat yang aktif terhadap sel yang dibagi. Maksimal sel yang dibunuh boleh diterima. Sebuah pendekatan termasuk sinkronisasinya, satu contoh yang digunakan pada vinca alkaloid untuk menjaga sel kanker pada fase M. Pengobatan yang penting dengan CCS lain pada cytarabine agen boleh dihasilkan pada efek pembunuhan yang terbaik pada sel neoplastik populasi
3.Terapi penyelamatan: efek toksik pada oat antikanker kadang-kadang dapat diselamatkan pada strategi. Sebagai sample peninggian dosis dari methotrexate boleh diberikan selama 36-48 jam dan diterminasi sebelum toksisitas berat terjadi pada sel-sel dari tractus gastrointestinal dan sumsum tulang leucovorin (dibentuk dari tetrahydrofolate) yang mana diakumulasikan dan dibaca lebih dengan normal pada sel neoplastik yang kemudian diadministrasikan. Hasilnya diselamatkan pada sel normal sejak pelepasan leucovorin dihydrofolate reduktase tahapnya pada asam folic mengalami sintesa Mercaptoethanesulfonate ditangkap pada acrolin pelepasannya dari cyclophosphamide dan mengurangi insiensi pada hemorrhagic cystitis. Dextarozane adalah radikal bebas yang menangkap dan menghalangi proteksi terhadap toksisitas kardiak dari anthracyclines (doxorubicin).
F. garis besar dari antimikrobial terapy: hasilnya pada tes laboratorium dianalisa, dibuat mikrobiologik diagnosis dari infeksi mikrobial, menentukan pengobatandan test, menseleksi obat optimal untuk obat.
G. Prinsip dari antimikrobial terapi
Parasit dari malaria mempunyai kompleks kehidupan yang aksinya pada beberapa poin. Plasmodium yang spesiesnya menginfeksi manusia yaitu (p falciparum, p malarae, p ovale, p vivax) yang disebarkan melalui wanita pada tahap primer dari jaringan primer fasenya. Mereka dapat memasuki darah dan parasit eritrosit (eritrosit fase). P falciparum dan p malariae hanya mempunyai satu siklus dari sel hati yang mengalami invasi. Hal itu setelah multiplikasi yang disebut eritrosit, spesies yang lain yang mempunyai dormant tahap hepatik yang mana disebut hypnozoites) yang sangat responsibel untuk infeksi tertentu yang melepas setelah penyembuhan dari sel host untuk infeksi inisial.
Schizon pada hati segera adalah infeksi yang mana merupakan schizontisida darah membunuh bentuk parasit ini hanya pada gamet di darah, obat juga menghancurkan exoerythrocytik pada hati skizon dapat menyebabkan pelepasan demam malaria (sporontisida) mencegah sporogoni dan multiplikasi dari nyamuk.









3.4
56 Immunofarmakologi

Konsep
Immunofarmakologi meliputi obat-obat yang dapat mensupressi, memodulasi, atau merangsang fungsi-fungsi imun. Juga mencakup antibody yang sudah dikembangkan untuk dipakai dalam gangguan-gangguan imun. Obat yang tersedia ada dalam berbagai macam tipe kimia dan farmakologi (Gambar 56-1). Bab ini juga membahas cara-cara dengan bagaimana obat mengaktifkan sistem imun dan menyebabkan reaksi imunologi yang tidak diinginkan.

Mekanisme Imun
A. Tinjauan : sistem imun innate (bawaan lahir) menginisialisasi pertahanan melawan patogen dan nista (insult) antigen. Sistem imum ini melibatkan aksi serempak komponen-komponen komplemen, Iysozyme, makropage, dan neutrophil. Jikalau reaksi innate tidak cukup, reaksi imun adaptif dimobilisasi. Ini berpuncak pada aktivasi limposit T, efektor imunitas bermediasi-sel; dan produksi antibody oleh limposit aktif B, efektor imunitas humoral. Tipe sel yang terlibat dalam reaksi imun dapat diidentifikasi dengan komponen permukaan sel khusus kluster diferensiasi (CD). Sebagai contoh, sel-sel helper T mengandung kompleks protein CD4, sementara limposit T cytotoksis mengekspresikan kompleks protein CD8. Kluster diferensiasi juga dapat dipakai untuk mencirikan tipe lain sel-sel hematopoietik, termasuk precursor granulocyte, megakaryocyte, dan erythrocyte (Bab 33).

B. Pengenalan dan Pemrosesan Antigen : Langkah pengukuhan (inaugural) penting dalam reaksi imum adaptif ini melibatkan sel-sel antigen-presenting (APCs). Sel-sel ini memproses antigen menjadi peptida-peptida kecil yang dapat dikenali oleh reseptor sel T (TCR) pada sel-sel helper T (TH). Molekul-molekul permukaan sel antigen-presenting terpenting adalah antigen kelas I dan II major histocompactibility complex (MHC). Aktivasi sel-sel TH melibatkan molekul-molekul MHC kelas II dan membutuhkan pengendapan molekul-molekul costimulatory dan adhesi khusus disamping aktivasi TCR.
C. Imunitas Bermediasi-Sel. Sel-sel TH aktif mensekresi interleukin-2 (IL-2), cytokine yang menyebabkan penyebaran dan aktivasi dua subset sel-sel helper T, TH1 dan TH2 (Gambar 56-2). Sel-sel TH1 berperan penting dalam imunitas bermediasi-sel dan reaksi hypersensitivitas lambat. Mereka menghasilkan interferon-gamma (IFN-y), interkulin-2 (IL-2), dan beta-faktor nekrosis tumor (TNF-). Cytokine-cytokine ini mengaktifkan makrophage, limposit T cytotoksis (CTL), dan sel-sel natural killer (NK). CTL aktif mengenal peptida olahan yang terikat kepada molekul-molekul MHC kelas I diatas permukaan sel-sel yang terinfeksi virus atau sel-sel tumor. CTL mendorong kematian sel target via enzim lytik dan produksi oksida nitrit dan oleh perangsangan lintasan (pathway) apoptosis pada sel-sel target. CTL juga berperan penting dalam penyakit autoimun dengan bereaksi terhadap tissu normal, seperti synovium dalam arthritis rheumatoid dan myelin dalam sclerosis multipel. Sel-sel NK membunuh sel-sel terinfeksi virus dan sel-sel neoplastis. Mereka juga merupakan precursor utama sel-sel lymphokine-activated killer (LAK), yang mana merupakan racun bagi sel-sel yang tidak mengekspresikan MHC.

D. Imunitas humoral. Sel-sel lymphoid B, yang mampu berbeda kedalam sel-sel pembentukan-antibody, merupakan penyebab imunitas humoral. Reaksi humoral dipicu ketika limposit B mengikat antigen via immunoglobulin permukaannya. Antigen diinternalisasi, diproses kedalam peptida, dan ditampilkan pada permukaan sel yang mengikat molekul-molek MHC kelas II. Bilamana reseptor sel T pada sel-sel TH2 diaktifkan oleh kompleks molekul-molekul MHC kelas II yang diikat ke peptida, mereka melepas interleukin (IL-4, IL-5, IL-6). Cytokine-cytokine ini mempercepat penyebaran limposit B dan diferensiasi kedalam sel-sel memori B dan sel-sel plasam sekresi-antibody (Gambar 56-2). Interaksi-interaksi antigen-antibody menyebabkan pengen dapan virus, dan kerusakan bakteri oleh sel-sel phagocytic atau lysis oleh sistem komplemen.
Penyebaran dan difrensiasi limposit B dan T dikendalikan dari interplay kompleks antara cytokine (Tabel 56-2) dan molekul-molekul endogen lain, termasuk amine, leukotriene, dan prostaglandin. Misalnya, IL-10 dan IFN-y mengatur turunnya reaksi TH1 dan TH2.

E. Respon imun abnormal. Respons imun abnormal meliputi keadaan hypersensitivitas, keadaan autoimunitas, dan keadaan immunodefisiensi. Hypersensitivitas segera biasanya bermediasi-antibody dan meliputi anaphylaxis dan penyakit hemolytik bayi baru lahir; hypersentivitas terlambat, yang berhubungan dengan kerusakan tissu ekstensif adalah bermediasi-sel (cell-mediated). Autoimunitas muncul dari limposit self-reaktif yang bereaksi kepada satu molekul sendiri, atau self-antigen. Contoh-contoh penyakit autoimun yang dapat ditangani dengan perlakuan obat meliputi arthritis rheumatoid dan erythematosus lupus sistemik. Keadaan immundefisiensi biasanya didapat secara genetis (misalnya, sindrom DiGeorge) atau hasil dari faktor-faktor ekstrinsik (misalnya, AIDS).

F. Lokasi Aksi Agen Immunosuppressant. Lokasi aksi agen immunosuppressant diperlihatkan dalam Gambar 56-3. Agen yang beraksi pada tahap pengenalan antigen adalah antibody dan meliputi globulin imum Rha(D), globulin antilymposit, dan CD3 muromonad. Penghambatan tahap penyebaran lymphoid dari respons imun terjadi dengan sebagian besar immunosuppressant, termasuk antibiotik peptida, agen anti-TNF-, obat-obat cytotoksis, penghambat enzim, dan glucocorticoid. Difrensiasi limphoid sebagian dihambat oleh antibiotik peptida, dactinomycin, dan globulin antilymphocyte. Glucocorticoids juga mengubah kerusakan tissu dari respons imun via sifat-sifat anti-peradagangannya.

Agen Immunosuppresif
A. Corticosteroid
1. Mekanisme aksi: Glucorticoids beraksi pada lolkasi sel-sel, yang mengakibatkan efek luas pada proses peradagangan dan proses imum (lihat Bab 39). Pada level biokimia, aksinya pada ekspressi gen menyebabkan penurunan sintesis prostaglandins, leukotriene, cytokine, dan molekul-molekul pensinyalir lain yang berpartisipasi dalam respons imun (misalnya, faktor aktivator platelet). Pada level seluler, glucocorticoid menghambat penyebaran limposit T (imunitas sel supressif), dan pada tingkat yang lebih ringan, memperlambat imunitas humoral. Pada dosis yang dipakai untuk immunosupresson, glucocorticoids adalah cytotoksis kepada subset sel-sel T tertentu. Terapi yang berkelanjutan menurunkan level IgG dengan peningkatan katabolisme kelas immunoglobulin ini.
2. Kegunaan klinis : Glucocorticoid dipakai sendiri atau dicampur dengan agen lain dalam berbagai macam kondisi medis yang melibatkan reaksi imunologis yang tidak diinginkan (lihat Bab 39). Kemampuan mereka untuk mendorong apoptosis pada sel-sel imun membuatnya berguna untuk pengobatan berbagai tipe kanker (lihat Bab 55). Corticosteroid juga dipakai untuk mensupressi reaksi imunologis pada pasien yang mengalami transplantasi organ.
3. Toksitas : Efek-efek buruk yang mampu diprediksi meliputi supresi adrenalin, penghambatan pertumbuhan, wasting otot, osteoporosis, retensi garam, diabetogenesis, dan kemungkinan psikoses (Bab 39).

B. Cyclosporine, Tacrolimus, dan Sirolimus:
1. Mekanisme aksi : Antibiotik peptida ini menggangu fungsi sel T dengan pengikatan ke immunophyllins, protein cytoplasma kecil yang menjalankan peran kritis dalam respons sel T kepada aktivasi TCR dan kepada cytokine. Cyclosporine mengikat kepada cyclophilin dan tacrolimus mengikat kepada poritein pengikat-FK (FKBP), kedua kompleks yang mengikat calcineurin, fosfatase cytoplasma. Calcineurin mengatur kemampuan faktor inti sel-sel T aktif (NF-AT) untuk mentranslokasikan nuklei (inti) dan meningkatkan produksi cytokines. Cyclophilin dan tacrolimus sama-sama menghambat produksi cytokines yang biasanga terjadi pada respons terhadap aktivasi TCR. Sirolimus juga mengikat FKBP, yang menghambat respons sel-sel T kepada cytokine tanpa mempengaruhi produksi cytokine. Sirolimus juga merupakan penghambat potent penyebaran sel B, produksi antibody, dan respons sel mononuklei kepada faktor-faktor perangsang-koloni.
2. Kegunaan klinis dan farmakokinetik. Penggunaan immunosupressant-immunosupressant ini merupakan faktor utama dalam keberhasilan transplantasi organ solid. Cyclosporine dipakai dalam transplantasi organ solid dan pada sindrom graft-versus-host dalam transpalant sumsum tulang. Tacrolimus dipakai pada liver dan resipen transpalan ginjal dan bisa efekttif sebagai terapi penyembuhan pada pasien-pasien yang gagal terapi standar. Sirolimus dipakai sendiri atau bersama dengan cyclosporine pada transplantasi ginjal dan jantung. Agen, khususnya cyclosporine, juga bisa efektif dalam penyakit imun, yang meliputi arthritis rheumatoid, uvetis, psoriasis, asthma, dan diabetes tipe 1.
Ketiga agen ini dapat dipergunakan secara oral. Namun, karena cyclosporine menghambat bioavailabilitas eratis, level serum harus dimonitor. Obat mengalami metabolosme hepatik dengan sistem cytokrome P450 dan mempunyai paruh-hidup yang panjang. Metabolismenya dipengaruhi oleh sejumlah obat.
3. Toksitas : Cylosporine dan tacrolimus memiliki profile toksitas yang sama. Efek buruk yang paling sering adalah disfungsi ginjal, hypertensi, dan neurotoksitas. Juga bisa menyebabkan hyperglycemia, hyperlipidemia, dan cholelithiasis. Sirolimus lebih mungkin dari pada agen lain menyebabkan hyperlipidemia dan toksitas sel hematopoetik.

C. Mycophenolate Mofetil:
1. Mekanisme aksi: Obat ini dengan cepat dikonversi kedalam asam mycophenolic, yang menghambat inosine monophosphate dehydrogenase, enzim dalam lintasan (pathway) de novo sistesis purine. Aksi ini mensupressi aktivasi limposit B dan T. Limposit khususnya rentan kepada penghambat lintasan de novo karena mereka kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk lintasan alternatif sisa sintesis purine.
2. Kegunaan Klinis : Obat ini sudah berhasil digunakan sebagai agen (obat) tunggal pada transpalan ginjal, liver, dan jantung. Pada transpalan ginjal, penggunaannya dengan cyclosporine dosis-rendah mereduksi atau mengurangi nephrotoksitas dorongan-cyclosporine.
3. Toksitas : selain dari efek-efek gastrointestinalnya, obat ini tampaknya cukup aman.

D. Azathioprine :
1. Mekanisme aksi: Pro-obat (prodrug) ini ditransformasi ke mercaptopurine antimetabolik, yang dalam konversi metabolik berikutnya menghambat enzim yang dijumpai pada metabolisme purine. Azathioprine adalah cytotoksis pada fase awal penyebaran sel lymphoid dan mempunyai efek yang lebih besar pada aktivitas sel T ketimbang sel B.
2. Kegunaan klinis : Azathioprine dipakai pada penyakit autoimun (misalnya, erythematosus lupus sistemik, arthritis rheumatoid) dan untuk immunosupressi pada homograft ginjal. Obat ini punya efek minimal pada penolakan graft tetap.
3. Toksitas : efek toksis utama adalah supressi sumsum tulang, tetapi iritasi gastrointestinal, ruam-ruam kulit, dan dysfungsi liver juga terjadi. Penggunaan azathroprine berhubungan dengan insidensi kanker yang meningkat. Metabolit aktif azathioprine, mercaptopurine, dimetabolisasi oleh oxidase xanthine, dan efek toksis bisa naik oleh allopurinol yang diberikan untuk hyperuricema.

E. Cyclophosphamida
1. Mekanisme aksi : Pro-obat (prodrug) aktif secara oral ini ditansformasi oleh enzim liver ke agen alkylator yang cytotoksis kepada penyebaran sel-sel limphoid. Obat ini mempunyai efek yang lebih besar pada sel B ketimbang pada limposit R dan akan menghambat respons imum tetap. Selain daripada obat cytotoksis yang juga mensupreesi penyebaran sel-sel limphoid – dan kadangkala dipakai sebagai immunosuppressant – meliputi cytarabine, dactinomycin, methotrexate, dan vincristine (lihat Bab 55).
2. Kegunaan Klinis : Cyclophosphamida efektif pada penyakit autoimun (termasuk anemia hemolytic), aplasia sel-sel merah induksi-antibody, transpalan sumsum tulang, dan kemungkinan prosedur transpalan organ lain. Cyclophosphamida tidak mencegah reaksi graft-versus-host pada transplantasi sumsum tulang.
3. Toksitas : Dosis besar obat ini (biasanya dibutuhkan untuk immunosupressi) menyebabkan nancytopenia, distres gastrointestinal, cystitis pendarahan, dan alopecia. Cyclophosphamida (dan agen alkylator lain) bisa menyebabkan sterilitas.

F. Immunosuppressant baru
1. Etanercept : Protein chimeric ini adalah bentuk rekombinan reseptor TNF manusia. Agen mengikat TNF-, cytokine proinflammatory, dan sebab itu mengurangi formasi interleukin dan molekul-molekul adhesi yang terdapat pada aktivasi leukocyte. Etanercept dipakai pada arthritis rheumatoid dan sedang diselidiki pada penyakit-penyakit peradangan lain. Reaksi lokasi injeksi dan hypersensitivitas bisa terjadi.
2. Leflunomide: Obat ini menghambat dehydrogenase asam dihydroorotik, enzim yang terdapat dalam sintesis ribonucleotide. Leflunomide menangkap limposit dalam fase G1 siklus sel. Leflunimide dipakai dalam arthritis rheumatoid. Obat menyebabkan alopecia, ruam, dan diare.
3. Thalidomide: Obat sedatif ini, mempunyai efek teratogenik yang sangat buruk, dengan aksi immunosupressant yang tampaknya disebabkan supressi produksi TNF. Thalidomide dipakai untuk beberapa bentuk reaksi leprosy, untuk penyakit immunologi (misalnya, lupus sistemik), dan sebagai obat anti-kanker. Juga efektif dalam pengobatan bisul (ulcer) aphthous dan syndrom wasting pada pasien penderita AIDS.

Antibodi sebagai Immunosuppressant
A. Globulin Imun Limposit
1. Mekanisme aksi: Globulin imun limposit (LIG), juga dikenal sebagai antithymocyte globulin (ATG), biasanya dibuat pada kuda dengan imunisasi melawan sel-sel thymus manusia. Globulin imum limposit mengikat ke sel T yang terdapat pada pengenalan antigen dan mengawali kerusakannya melalui komplemen serum. Globulin imun limposit secara selektif memblokir imunitas sel selain dari formasi antibodi, yang memunculkan kemampuannya untuk mensupressi penolakan graft organ, proses bermediasi-sel.
2. Kegunaan klinis: Globulin imum limposit dipakai sebelum transplantasi sumsum tulang untuk mencegah reaksi graft-versus-host (GVH). Ini juga dipakai dalam kombinasi dengan obat-obat cyclosporine atau cytotoksis (atau kedua-duanya) untuk pemeliharaan setelah transplantasi sumsum tulang, jantung, dan ginjal. Globulin imun limposit mendorong terjadinya remission pada pasien penderita anemia aplastis.
3. Toksitas : Karena imunitas serologi bisa tetap intact, injeksi globulin imun limposit bisa menyebabkan reaksi hypersensitivitas, termasuk penyakit serum dan anaphylaxis. Rasa sakit dan erythema bisa terjadi pada lokasi penyuntikan, dan lymphoma sudah diketahui sebagai komlikasi terakhir.

B. Globulin Imun Rho(D)
1. Mekanisme aksi: RhoGAM adalah preparat IgG yang mengandung antibodi yang melawan antigen Rho(D) sel merah. Penatalaksanaan antibodi ke Rho(D)-negatif. Ibu negatif-Do pada waktu paparan antigen (misalnya, waktu lahir Rho(D)-positif, anak Do-positif) memblokir respons imun primer kepada sel-sel asing. Mekanismenya mungkin melibatkan immunosuppressor feedback.
2. Kegunaan klinis : Globulin imun Rho(D) dipakai untuk pencegahan penyakit Rh hemolytic anak baru lahir. Pada wanita yang diobati dengan globulin imum Rho(D), antibodi ibu untuk sel-sel Rh-positif tidak diproduksi pada kehamilan berikutnya, dan penyakit hemolytik anak baru lahir terhindar.

C. Antibodi monoklon: antibodi monoklon (Mabs) memiliki kelebihan spesifisitas tinggi potensial, karena antibodi ini dapat dikembangkan untuk interaksi dengan molekul tunggal. “Humanization” antibodi monoklon murine telah menekan kemungkinan formasi antibodi penetralisasi dan reaksi-reaksi imun. Karakteristik Mabs yang ada sekarang diperlihatkan dalam Tabel 56-3.
1. Muromonab-CD3: MAb ini mengikat ke antigen CD3 pada permukaan thymocyte manusia dan sel T yang dewasa. Ia memblokir aksi pembunuh sel T cytotoksis dan mungkin juga mengganggu fungsi-fungsi sel T lain. Muromonad-CD3 dipakai untuk mengelola krisis penolakan homograft ginjal. Efek dosis-pertama meliputi demam, chill, dyspnea, dan edema pulmonari. Reaksi hypersensitif bisa juga terjadi.
2. Daclizumab: Daclizumab adalah MAb yang sangat spesifik yang mengikat ke subunit alpha reseptor IL-2 yang terekspressi diatas sel T dan mencegah aktivasi oleh IL-2. Meskipun agen ini memfasilitasi aksi immunosuppressant lain pada transpalan ginjal, daclizumab tidak dipakai untuk episod penolakan akut. Dibandingkan dengan cyclosporine, tacrolimus, atau cytotoksis, efek buruk daclizumad setara dengan efek placebo.
3. Infliximad : MAb yang humanisasi ini memiliki mekanisme yang mirip dengan mekanisme etanercept karena itu ditargetkan melawan TNF-. Infliximad mendorong remission pada penyakit Crohn resistant-pengobatan, tetapi efikasi jangka panjang belum ditetapkan. Digabungkan dengan methotrexate, infliximad meningkatkan simptom pada pasien dengan arthritis theumatoid. Juga efektif pada pengobatan penyakit radang perut. Reaksi infus dan tingkat infeksi tinggi bisa terjadi.

Agen Immunomodulator
Agen yang beraksi sebagai stimulator respons imun mewakili bidang baru dalam immunofarmakologi dengan potensi penggunaan terapis penting, termasuk pengobatan penyakit defisiensi imun, penyakit infeksi kronis, dan kanker.
A. Aldesleukin : Aldesleukin adalah interleukin-2 (IL-2) rekombinan, lymphokine endogen yang mempromosikan atau meningkatkan produksi sel-sel T cytotoksis dan mengaktifkan sel killer natural (Tabel 56-2). Aldesleukin terindikasi untuk pengobatan carcinoma sel ginjal adjunctive. Agen ini sedang diteliti untuk mengetahui kemungkinan efikasinya dalam pemulihan fungsi imum pada AIDS dan gangguan defisiensi imun lain.

B. Interferons : Interferon--2a menghambat penyebaran sel dan dipakai pada leukemia sel bulu, leukemia myelogen kronis, melanoma ganas, sarkoma Kaposi, dan hepatitis B dan C. Interferon--1b mempunyai beberapa efek menguntungkan pada relapsasi sclerosis multipel. Interferon-y-1b mempunyai aksi peningkatan-imum lebih besar daripada interferon lain dan tampaknya beraksi dengan peningkatan sintesis TNF. Bentuk rekombinan dipakai untuk mengurangi insidensi dan parahnya infeksi pada pasien penderita penyakit granulomatous kronis.

C. BCG (Bacille Calmette-Guerin): BCG dipakai di beberapa negara untuk imunisasi melawan tuberculosis dan juga sebagai immunostimulant dalam pengobatan kanker superfisial kandung kemih. Efikasi atau kemanjurannya bisa karena aktivasi macrophage-nya dan peningkatan respons imun yang dihasilkan.

D. Thymosin : Thymosin adalah hormon protein dari kelenjar thymus yang merangsang kematangan sel-sel pra-T dan mempromosikan pembentukan sel T dari sel tangkai lymphoid biasa. Preparat pengandung-thymosin sudah dipergunakan dalam sindrom DiGeorge (thymic aplasia), tetapi efikasinya dalam keadaan defisiensi imun lain belum diketahui secara pasti.

Mekanisme Alergi Obat
Reaksi imunologi kepada obat dapat termasuk kedalam salah satu dari empat kategori reaksi hypersensitivitas.
A. Reaksi Obat Tipe I (Segera): Bentuk alergi obat ini meliputi reaksi bermediasi-IgE ke sting dan pollen hewan dan tanaman dan juga obat. Reaksi tersebut meliputi anaphylaxis, urticaria, dan angioedema. Bilamana dikaitkan dengan protein carrier, molekul-molekul obat kecil dapat beraksi sebagai hapten dan mengawali penyebaran sel B dan formasi atau pembentukan antibodi IgE. Antibodi-antibodi ini mengikat ke reseptot Fc diatas sel-sel mast (tiang) tissu dan basophil darah. Pada paparan berikutnya, obat antigenik meng-crosslink antibodi IgE diatas permukaan sel-sel mast dan basophil dan memicu pelepasan pelepasan mediator respons vaskuler dan luka tissu, termasuk histamine, kinins, prostaglandis, dan leukotrienes. Obat-obat yang biasanya menyebabkan reaksi tipe I meliputi penicillin dan sulfonamida.

B. Alergi Obat Tipe II: Alergi tipe II melibatkan antibodi IgG atau IgM yang terikat ke sel-sel darah sirkulasi. Pada paparan ulang ke antigen, lysis sel dependen-komplemen terjadi. Reaksi tipe II meliputi sindrom autoimmun seperti anemia hemolytic dari methyldopa, erythematosus lupus sistemik dari hydralazine atau procainamide, thrombocytopenic purpura dari quinidine, dan agranulocytosis dari paparan ke berbagai macam obat.

C. Alergi Obat Tipe III : Hypersensitivitas tipe III adalah tipe kompleks reaksi alergi obat yang melibatkan antibodi IgM atau IgG penetap-komplemen – dan mungkin – antibodi IgE. Sakit serum induksi obat dan vasculitis adalah contoh-contoh reaksi tipe III. Sindrom Stevens-Johnson (dihubungkan dengan terapi sulfonamida) juga bisa terjadi dari mekanisme tipe III.

D. Alergi Obat Tipe IV : Alergi Tipe IV adalah reaksi bermediasi-sel yang dapat terjadi dari aplikasi topikal obat. Ini menyebabkan dermatitis kontak.

E. Modifikasi Alergi Obat: Obat yang mengubah (memodifikasi) respons terhadap obat lain atau toxin bisa beraksi beberapa kali mekanisme imum. Misalnya, corticosteroid menghambat penyebaran sel lymphoid dan mengurangi luka tissu dan edema. Namun, sebagian besar obat yang berguna pada reaksi tipe I (misalnya, epinephrine, theophylline, dopamine) memblokir pelepasan mediatir dan beraksi sebagai antagonist pisiologis mediator.

Daftar Obat
Obat-obar berikut adalah anggota penting gugus yang dibahas dalam bab ini. Prototipe harus dipelajari secara rinci; ciri-ciri variant utamanya harus diketahui dengan jelas untuk membedakan variant dari prototipe dan dari yang lainnya; agen signifikan lain harus dikenali menurut subkelas khususnya.



BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan secara retospektif dan dianalisis secara deskriptif

3.2. Bahan penelitian
Pada penelitian ini, data didapat umumnya atau sebagian besar dari buku pembelajaran khusus bertram g. katzung farmakologi dasar dan klinik

3.2 Prosedur penelitian
Semua bahan dimaksudkan untuk memperjelas obat endokrin dan obat kemoterapi berdasarkan
1. mekanisme
2. fungsi
3. penggunaan klinik
4. reseptor site
5. toksisitas
6. daftar obat tercantum

3.3 Analisis hasil penelitian
Data akan dianalisis dengan membandingkan dengan kepustakaan yang ada









Bab IV
Hasil Penelitian dan pembahasan

IV. Hasil penelitian dan pembahasan
Hipothalamus dan glandula pituitari mensintesis bebrapa hormon yang mengatur glandula-glandula dan jaringan di seluruh tubuh kelenjar pituitari terdiri dari lobus anterior (adenohipoisis) dan lobus posterior (neurohipofisis). Sistem vena portal membawa hormon-hormon peptida kecil pengatur dari hipothalamus ke pituitari anterior. Hormon-hormon lobus posterior disintesis ke dalam hipothalamus dan ditranspor melalui serat-serat neurosekretorik dalam batang pituitari ke lobus posterior dan dari tempat tersebut hormon dirilis ke dalam sirkulasi. Perlu diperhatikan bahwa setiap hormon mempunyai target dan merupakan agen endokrin yaitu peptida-peptida.

Anatominya yang menonjol kelenjar tiroid merupakan satu dari kelenjar-kelenjar endokrin yang dihubungkan dengan keadaan yang disebabkan oleh malfungsinya kelenjar tersebut merilis 2 jenis hormon yang sangat berbeda, thyroxin dan triiodothyronine penting bagi pertumbuhan perkembangan dan pengaturan metabolisme energi calsitonin. Jenis kedua dari hormon-hormon tiroid merupakan hormon penting untuk pengaturan metabolisme kalsium, secara normal mensekresi hormon tiroid dalam jumlah cukup triiodothyronine (T3) dan Tetraiodothyronine (T4 Thyroxine) Untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan normal, suhu tubuh normal dan tingkat energi normal, hormon tersebut iodine adalah bagian penting molekulnya.

Thyroid dan obat antithyroid
Thyroid mensekresi 2 jenis hormon
1Hormon med yodium thyroxine T4 dan Triidothyronine (T3)
2.suatu peptida (calcitonin)

Ovarium memiliki fungsi-fungsi gamet yang penting yng teintegrasi dengan aktivitas hormonalnya dalam tubuh wanita gonad relatif tidak aktif selama masa pertumbuhan dan proses maturasi yang berlangsung dengan cepat pada masa puber ovarium mulai berperanan pada fungsi siklus yang berlangsung selama 30 sampai 40 tahun yang disebut siklus menstruasi karena terjadi masa perdarahan teratur yang merupakan manifestasi paling nyata ovarium berhenti merespon gonadotropin yang disekresi oleh glandula pituitari anterior yang disekresi oleh glandula pituitari anterior yang menyebabkan berhentinya siklus perdarahan yang disebut dengan menopause.
Mekanisme yang bertanggung jawab dimulai dengan fungsi ovarium pada saat puber diperkirakan berasal dari mekanisme mental karena kelenjar gonad yang belum matang dapat dirangsang oleh gonadotropin yang sudah ada dalam pituitari dan karena pituitari responsif terhadap hormon perilis gonadotropin (GnRH) dari hipotalamus.
Islet of Langerhans (pankreas endokrin) paling tidak mengandung empat tipe sel-sel endokrine yang berbeda, yang meliputi sel-sel A (alpha, penghasil-glucagon), B (beta, penghasil-insulin), D (delta, penghasil somatostatin), dan F (FP, penghasil polypeptide pankreas). Dari semua sel-sel ini, sel B (penghasil-insulin) adalah sel yang paling banyak.
Penyakit pankreas yang paling umum membutuhkan terapi farmakologi adalah diabetes mellitus, suatu penyakit defisiensi produksi atau efek insulin. Diabetes ditangani dengan berbagai formulasi insulin dan dengan empat tipe agen antidiabetik. (Gambar 41-1)
Glucagon, hormon yang mempengaruhi liver, sistem kardiovaskuler dan saluran gastrointestinal, dapat dipakai untuk menangani hypoglycemia diabetik yang parah.

Insulin
E. Psioologi : Insulin disintesis sebagai prohormone, proinsulin, polypeptide rantai-tunggal 86-asam-amino. Pembelahan proinsulin dan cross-linking menimbulkan molekul insulin 51-peptide dua-rantai dan C-peptide residu 31-asam-amino. Proinsulin atau C-peptide tampaknya tidak memiliki aksi psiologis.
F. Efek: Insulin mempunyai efek yang sangat penting pada hampir setiap tissu tubuh. Reseptor insulin, kinase tyrosine transmembran, fosforylates sendiri dan berbagai macam protein intrasel bila afktif oleh hormon. Organ sasaran utama aksi insulin meliputi :
1. Liver : Insulin menambah timbunan glukosa sebagai glycogen dalam liver. Ini meliputi sisipan molekul-molekul pengangkut glukosa GLUT 2 tambahan dalam dinding sel, naiknya sintesis kinase pyruvates enzim, fosfofruktokinase, dan glukokinase, serta supressi beberapa enzim lain. Insulin juga mengurangi katabolisme protein.
2. Otot : Insulin merangsang sintesis glycogen dan sintesis protein. Pengangkutan glukosa kedalam sel-sel otot difasilitasi oleh sisipan molekul-molekul pengangkutan GLUT 4 kedalam dinding-dinding sel.
3. Tissu adipase: Insulin memfasilitasi timbunan (storage) triglyceride dengan aktivasi plasma lipoprotein lipase, dengan peningkatan pengangkutan glukosa kedalam sel via pengangkut GLUT 4, dan dengan pengurangan lipolysis intrasel.
G. Tipe Insulin yang Tersedia: Insulin manusia diproduksi dengan teknologi recombinant bakterial DNA. Insulin porcine yang dimurnikan juga tersedia di AS. Karena molekul-molekul insulin memiliki paruh-hidup (half-life) dalam beberapa detik sirkulasi, banyak preparat yang dipakai pada diabetes diformulasi untuk melepas hormon secara lambat laun kedalam sirkulasi.

Kalsium dan fosfor adalah dua unsur pokok tulang. Kedua unsur ini penting dalam fungsi sel-sel lain dalam tubuh, dan tulang dengan demikian beraks sebagai reservoir penyimpan (penimbun). Hormon parathyroid (PTH) dan vitamin D merupakan unsur penting dalam pengatyuran homeostasis mineral tulang. Calcitonon, glueoecrticoid, dan estrogen adalah regulator yang kurang penting. Agen-agen eksogen yang dipakai dalam pengobatan gangguan mineral tulang (misalnya, osteoporosis, penyakit Paget) meliputi bisphosphonates, fluoride, dan estrogen
ini adalah termasuk antimicrobial obat yang selektif menghambat bakterial protein sintesis. Mekanisme dari protein sintesis pada mikroorganisme tidak dapat diidentifikasikan pada sel mamalia. Bakteri mempunyai 70 s ribosome, dimana mammalian sel mempunyai 80 s ribosome. Perbedaan obat dalam ribosom subunit ini pada komposisi kimia dan fungsional yang spesifik dari komponen asam nukleat dan protein. Pada perbedaan bentuk dari basis untuk selektiv toksisitas dari beberapa obat terhadap mikroorganisme tanpa menyebabkan efek yang umum pada sintesis protein pada sel mammalian. Chloramphenicol dan tetracycline sepanjang penggunaan inhibisi dari bakteri sintesisi protein ditemukan,. Karena mereka mempunyai spektrum yang luas dari antibakterial aktivitas dan disebutkan memiliki toksisitas yang rendah, dimana penggunaannya sangat berlebihan. Banyak onset yang tinggi sangat mungkin untuk menghadapi spesies bakteri yang mana mempunyai resistensi dan beberapa obat digunakan pada selektive agen. Erythromycin adalah sebuah macrolide antibiotik yang mempunyai spektrum yang sempit tetapi dilanjutkan pada aktif sepanjang pathogen yang penting. Azithromycin dan clarithromycin adalah semisintetik macrolode dengan beberapa properti khusus dibandinkan dengan erythromycin. Beberapa obat baru yaitu (streptogramins, linezolid) mempunyai aktivitas sepanjang gram positif tertentu yaitu bakteri yang mempunyai resistensi perkembangan pada antibiotik yang tua.
A mode dari antibakterial aksi adalah pada pengobatan dari mikrobial infeksi dengan antibiotik, dosis yang multipel pada regimen secara tradisional sudah dibuat untuk menjaga serum konsentrasi diatas MIC sepanjang kemungkinnan. Bagaimanapun secara efektif untuk beberapa antibiotik, termasuk aminoglycosida hasilnya adalah dari konsentrasi yang bergantung pada aksi. Sebagai plasma level yang ditambahkan iatas dari MIC, aminoglycosida membunuh pertambahan proporsi dari bakteri dan tidak terdapat rate yang cepat. Antibiotik lain termasuk peniclin dan cephalosporin menyebabkan waktu yang bergantung pada pembunuhan mikroorganisme dimana mereka terlahir secara in vivo efikasi yang langsung berhubungan dengan waktu yang berelasi diatas MIC dan menjadi independent merupakan konsentrasi sekali pada MIC yang sudah dicapai.
Aminoglycosida juga dapat mengeluarkan postantibiotik efek seperti aksi pembunuhan dilanjutkan ketika level dari plasma yang dtentukan dibawah ukuran level tertentu, aminoglycosida mempunyai efek yang baik ketika diadministrasikan sebagai doss yang luas dibandingkan diberi dengan multipel dosis yang kecil. Toksisitasnya secara kontras pada efikasi antibakterial dari aminoglycosida tergantung keduanya pada plasma kritikal konsentrasi dan pada waktu level yang dicapai. Waktu yang terdapat diatas seperti waktu yang pendek dengan administrasi dari single dosis yang luas dari sebuah aminoglycosida ketika terdiri dari tipe multiple yang kecil dan diberikan. Konsepnya terbentuk dari basis sehari satu kali aminoglycosida mempunyai dosis protokolo yang mana lebih efektif dan kurang toksik daripada tradisional regimen dosis.
Sulfonamida dan trimethoprim merupakan contoh-contoh obat yang beraksi sebagai antimetabolite. Karena memiliki struktur kimia yang dengan senyawa-senyawa yang terjadi secara alamih, sulfonamida dan trimethoprim dapat mengganggu sintesa asam folik, yang kritis untuk berbagai mikroorganisme. Sulfonamida (congener struktur asam aminobenzoic) menghambat synthase asam dihydropteroik, langkah awal dalam sintesis asam folik. Trimethoprim (analogi asam dihydrofolik) menghambat reductase dihydrofolate enzim, yang mengubah asam dihydrofolik ke bentuk aktif, asam tetrahydrofolik. Gabungan sulfonamida dan trimethoprim menyebabkan blokade sintesa asam folik berangkai, yang menimbulkan aksi bakterisida dan synergistik.
Immunofarmakologi meliputi obat-obat yang dapat mensupressi, memodulasi, atau merangsang fungsi-fungsi imun. Juga mencakup antibody yang sudah dikembangkan untuk dipakai dalam gangguan-gangguan imun. Obat yang tersedia ada dalam berbagai macam tipe kimia dan farmakologi (Gambar 56-1). Bab ini juga membahas cara-cara dengan bagaimana obat mengaktifkan sistem imun dan menyebabkan reaksi imunologi yang tidak diinginkan.
infeksi jamur sangat sulit untuk diobati secara khusus pasa immunocompromise atau neutropenik pasien, pda kebanyakan jamur sangat resister pada konvensional antimikroba agen dan hanya beberapa obat yang dihargai untuk pengobatan dari penyakit sistemik jamur. Amphotericin B dan azoles (fluconazoles, itracozole, dan ketokonazole) adalah sangat berharga pada sistem infeksi dan sangat beracub selektifnya pada jamur karena mereka berinteraksi dengan ergosterol adalah sterol yang unik pada fungal sel manusia adalah kolesterol.
banyak pemggunaan dari agen antiviral mengatasi aksinya pada replikasi viral, keduanya pada tahap dari asam nukleus mensintesis tahap dari protein akhir sintesis dan prosesnya. Kebanyakan obat merupakan aktif terhadap virus herpes dan terhadap HIV adalah antimetabolit dengan strukturnya similar pada natural ikatan yang terjadi agar turut campur dengan viral asam nukleat sintesis atau akhir sintesis dari viral protein, antimetabolit harus dikonversi dengan bentuk aktif biasanya triphosphate derivate.
Sebagai contoh zidovudine (AZT) yang memahami proses posfrilasi dari sel induk pada sel host (indung kinase) yang membentuk nukleotida dianalogikan dengan apa yang mencegah DNA polimerase selektif toksisitas karena DNA viral polimerase adalah lebih sensitif pada inhibisi dari beberapa metabolisme yang merupakan mamalia polymerase. Acyclovir adalah lebih sensitif pada inhibisi dengan obat yang membutuhkan phosphorilasi hanya melalui sel host enzim. Penambahan ini sangat selektif sebagai bagian yang hasilnya untuk inisial fosporilasi dari acyclovir dengan viral thymidine kinase yang tidak ada pada sel yang tidak terinfeksi.
Limitasi dari monoterapi pengobatan pada HIV adalah stimulus umum untuk mengkombinasi antiviral kemoterapi.beberapa kombinasinya biasanya termasuk 2 nukleosida yang membalik transkriptase inhibitor (NRTIs) termasuk inhibitor dari HIV protease (PI). Pada kebanyakan kombinasi regimen sebuah nukleosida membalik transkriptase inhibitor dari HIV protease yang digunakabn pada tempat dari protease inhibitor. Peninggian aktif antiretroviral terapi (HAART) termasuk kombinasi obat yang dapat lambat dan membalik penambahan dari viral RNA yang mengisi pada normal progresi dari penyakit. Pada banyak AIDS pasien, HAART lambat dan membalik keputusan pada CD4 sel dan mengurangi insidensi dari oportunistik infeksi.
Rasional antiparasit yang terjadi pada kemoterapi alat-alatnya berbasis prinsipel pada toksisitas selektive, yang mana mencegah biokemikal dan perbedaan fisiologik antara parasit dan sel host. Banyak antiparasit agen pada enzim target adalah sangat unik pada parasit, obat lain dan obat yang berafek selular fungsinyabiasanya pada kedua indung, dan sel parasit.
Obat anthelmintik merupakan struktur kemikal pada mekanisme aksi dan propertisnya. Kebanyakan ditemukan pada emphirik screening metoda, terhadap spesifik parasit dan beberapa mencegah signifikant toksisitas pada sel host. Sebagai penambahan pada toksisitas langsung dari obat, reaksi pada kematian dan parasit yang mati boleh menyebabkan toksisitas yang serius pada pasien, dimana dibagi menjadi 3 grup pada basis tipe dari helminth primarily afeksinya pada (nematoda, trematoda dan cestoda)






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan
1. kelainan metabolisme obat pada obat endokrin dan obat kemoterapi disebabkan oleh beberapa reseptor yang ekerja pada organ target tertentu
2. Obat-obat yang terdaftar pada obat kemoterapi dan obat hormonal endokrin dapat mengakibatkan perubahan efek dan memiliki toksikologi yang tinggi dan dapat diaplikasikan secara klinis.

5.2 Saran
1. Kesadaran masyarakat untuk mendeteksi dini penyakit yang berkenaan dengan metabolisme obat endokrin dan obat kemoterapi harus ditingkatkan dengan memberikan informasi pada masyarakat bahwa dengan deteksi dini dapat menghemat iaya pengeluaran untuk peningkatan kualitas kehidupan.
2. Bila memungkinkan pemeriksaan terhadap kelainan yang berkenaan dengan obat kemoterapi dan obat hormonal dilakukan pada semua penderitanya agar dapat ditentukan yang menyebabkan gejala-gejala sakit akut.
3. Karena penelitian ini merupakan penelitian awal maka diharapkan dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah kasus yang lebih banyak dan tehnik pengumpulan data yang lebih akurat sehingga dapat menggambarkan gejala toksikologi yang sebenarnya dari obat-obat kemoterapi dan hormon endokrin.












DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, L. and Michael, L., 2002, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Appleton & Lange
Dipiro JT., Talbert RI., and Yee GC, 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6 th Ed.,
Appleton & Lange, Stamford
Herfindal, ET., Gourley, DR., 2000, Textbook of Therapeutics, Drug and Disease Management, 7th Ed.,
Lippincot & Williams, Philadelphia
Scwinghammer TL., 2002, Pharmacotherapy Casebook : A Patient Focused Approach, 5th Ed.,
McGraw-Hill Companies, New York